Rabu, 30 Juni 2010

PERANG GLOBAL

Bab III : MENGHADAPI PERANG GLOBAL
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknyaagar kamu beruntung." (al-Anfal:45)..
A. Persatuan Umat (Ittihadul-Ummah)Entah, bahasa apa yang dapat membekas di hati kita agar memahami makna dan pentingya persatuan umat (ittihadul-ummah). Kepedihan sejarah yang mendera umat Islam selama ini dikarenakan hilangnya harga diri (muru'ah) terhadap persatuan. Dan kalau ada, keinginan tersebut seringkali hanyalah sekedar pemanis pidato dan retorika. Nurani terasa bergetar setiap mendengarkan gelora para mubaligh cerdik yang "menggelitik" agar kita mau melepaskan segala kebanggaan terhadap suatu golongan ('ashabiyah) dan menggantinya dengan "jubah" jamaah: satu komando (imamah), satu jamaah, satu harakah. Sesekali iman terasa segar karena mendengarkan firman Allah:
"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat siksa yang berat." (Ali Imran: 105)
Akan tetapi, alangkah sedihnya nasib persatuan umat. Alangkah berdukanya pelita persaudaraan. Seruan dan untaian ayat tersebut bagai­kan angin lalu. Sesaat angin berhembus penuh harapan, lalu diam. Mereka pun kembali asyik dengan dirinya sendiri, golongan, dan mazhab­nya masing-masing. Seakan-akan, mata hati dan pendengarannya telah buta dan tuli untuk melihat dan mendengarkan jeritan umat yang tercabik oleh angkara zionis Yahudi dan kaum kafir yang "melahap" hampir seluruh pori-pori tubuh umat yang mengaku beragama Islam. Lantas, bahasa seperti apakah yang paling memukau dan menggerakkan jiwa untuk membuat kita mengerti. Padahal, betapa di luar tempat ibadah masih terlalu banyak persoalan umat. Betapa di lapangan kehidupan nyata, jiwa umat tercabik dan terkoyak serta kehilangan arah dan panduan. Bagaikan tidak mengenal kata "kapok", para pemimpin umat tidak pernah ingin "meleburkan" dirinya dalam satu barisan dan bangunan yang kokoh, yaitu jamaah.
Kalau saja kita mau merenung dengan hati seorang yang tulus dan ikhlas secara mendalam. Apalah artinya partai, golongan, dan organisasi, kalau semua itu hanya dijadikan sekadar alat dan bukanlah tujuan. Kalau saja kita memang bergemuruh ingin menjayakan Islam dan umatnya, lantas beban apakah yang paling berat untuk melepaskan atribut, ketua, pemimpin, atau apa pun jabatan organisasi demi persatuan umat. Kiranya, kita masih membutuhkan lebih banyak negarawan yang berpihak kepada umat keseluruhan dan tidak cukup sekadar menapakkan wajah politisi yang hanya mempunyai ambisi memenangkan partai atau golongannya.
Sindiran Rasulullah SAW yang mengatakan umat Islam yang banyak tetapi bagaikan buih yang tidak lagi menggugah jiwa. Kebanggaan ke­lompok dan sikap egois telah membuat kita terpecah bagaikan makanan yang terhidang nikmat untuk diperebutkan orang-orang lapar. Memang kelihatannya kita sama-sama bekerja, padahal tidak pernah mau bekerja sama. Kalau ada, itu pun hanya sekadar simbol. Tidak pernah sampai pada tujuannya yang paling substansial. Umat merintih pedih karena kita tidak lagi mempunyai khilafah. Wajah umat mengharu-biru karena tidak ada lagi arah dan tempat mengadu. Ketika sepatu laars tentara zionis menapakkan kakinya di hamparan kehidupan, mengepulkan asap, dan debu-debu kemenangan, juga merampas dan memburu diri kita yang terpenjara dalam "strategi 9F":
Finance/fund (keuangan), Food (makanan),Film (film),Fashion (busana),Fun (kesenangan),Fiction (khayalan), Faith (kepercayaan), Friction (perpecahan), dan Fitnah.
Kita semua bagaikan terkena hipnotis, tidak berdaya, bahkan tanpa perasaan berdosa sedikit pun, berpura pura menyambutnya dengan penuh antusias. Dari hari ke hari, perangkap itu semakin mengikat, membelenggu cara berpikir, bahkan cara berbudaya yang menyebabkan kita lupa dengan firman Nya:"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembali­kan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman." (Ali Imran: 100)
Peringatan Allah tidak lagi menggetarkan nurani kita, tidak juga jiwa para pemimpin umat yang seharusnya dengan gigih tidak mengenal lelah memperjuangkan cita-cita luhur memenuhi seruan Ilahi yang dengan sangat jelas menyerukan kepada terwujudnya persatuan umat (ittihadul ummah).
Rasulullah SAW bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian (agar mengikuti) para sahabat kepada generasi berikutnya, kemudian kepada generasi berikutnya. Kalian harus berjamaah. Waspadalah terhadap perpecahan, karena sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian. Dia akan lebih jauh dari dua orang. Barangsiapa menginginkan bau wangi surga maka hendaklah tetap teguh dengan jamaah." (HR at-Tirmidzi).
Dalam hal ini, jelaslah bahwa wasiat Rasulullah saw telah diabaikan dan diganti oleh sebagian umat dengan mengangkat benderanya masing masing dengan penuh kebanggaan. Sungguh mustahil apabila ada anggota partai atau golongan yang tidak mempunyai kebanggaan ter­hadap partai atau golongannya. Sebab apabila tidak, berarti mereka termasuk seorang anggota yang tidak memiliki loyalitas, menurut rekan-rekan separtai atau segolongannya walaupun sering kita mendengar berbagai alasan rasional dari para anggotanya, bahwa partai dan golongan hanyalah sekadar alat dan siasat. Untuk itu, ada baiknya sesekali kita merenungkan ayat dan hadits tentang jamaah dan persatuan umat Setelah melakukan perenungan tersebut, kini saatnya untuk melihat dengan mata hati kita yang paling tajam. Tangkaplah deru perjuangan dengan akal kita yang paling cemerlang; tidakkah pada hakikatnya kita telah terperangkap dalam jebakan zionis Yahudi yang berseru lantang:
"Lumpuhkan umat Islam, penjarakan mereka dengan kebanggaan partai dan kelompoknya masing masing, karena hanya dengan cara itu kita (para pengikut kaum zionis) mampu menguasai mereka."
Padahal, kalau saja bisikan nurani didengar dengan jujur, pahamlah kita bahwa salah satu yang termasuk golongan musyrik itu, antara lain adalah mereka yang bangga dan fanatik dengan partai atau golongannya. Hal itu sebagaimana firman-Nya:".. janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan; tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (ar-Rum: 31-32).
"Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah-belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-­masing).'' (al-Mu'minun: 53).
Ayat tersebut seakan-akan mempertegas dan sekaligus menjadi garis pemisah (furqan) antara masyarakat muslim dan musyrikin. Sebuah batas kesadaran yang hanya dapat dipahami melalui perenungan serta kerendahan hati yang penuh rasa takut. Tentu saja, segudang argumentasi dapat disusun dengan rapi dan jenius untuk menyatakan bahwa perbedaan tersebut tidaklah menunjukkan perpecahan. Jelaslah bahwa dalih tersebut benar-benar hanya siasat dan bukan tujuan, me­lainkan alat. Untuk kesekian kalinya kita harus pahami bahwa apa pun bentuk siasat, takkik, metode, atau wasilah akhirnya berpulang kepada hati nurani kita masing-masing. Benarkah demikian? Benarkah ketika kita berargumentasi bahwa partai dan golongan itu hanya sekadar siasat dan tidak dipengaruhi unsur hawa nafsu fanatisme golongan atau 'ashabiyah?
Bagaimana mungkin kekuatan yang besar itu tidak berdaya berhadapan dengan musuh-musuh yang dengan sangat jelas ingin meng­hancurkan eksistensi sistem Islam. Bukankah Umar bin Khaththab r.a. telah mengatakan kalimat "bersayap" tentang persyaratan tegaknya Islam melalui: imamah, jama'ah, tha'ah, bai'at, sudah sangat jelas diuraikan. Setiap gerakan kehidupan tidak dapat terlepas dari sistem jamaah. Hidup dan berpartai sekalipun seharusnya bertumpu pada sistem jamaah (al hayatu wal-hizb huwal jama'ah). Tanpa berjamaah niscaya kita akan teperosok dalam sikap egois, individualistis, dan mengulangi pahitnya sejarah kekalahan Islam yang terusir dari Andalusia. Tragedi sejarah tanah Karbala yang memilukan, kecemerlangan Cordova dan Universitas Castilia di Andalusia telah sirna. Nurani yang tercabik hanya bisa bermadah sembilu, seperti bait berikut:
Karbala oh KarbalaJantung nubuwah memerah darah Hawa amarah mencabik ukhuwah Jeritan pewaris cintaMengiringi umat semakin resahCordova oh Cordova Sepenggal cahaya telah sirna Mutiara berbinar dari Andalusia Bangkit sejenak kemudian diam Cordova- al-Hambra Castilia dan GranadaHanya tinggal namaTahukah Tuan, mengapa demikian? Karena umat berkelompok-kelompok Lupa hikmah dan petuahTiada tegak Islam kecuali berjamaah Tiada jamaah kecuali imamahTiada imamah kecuali tha'ahJangan lukai jiwa bagaikan tragedi Karbala Atau kekalahan Cordovahanya ada satu kata, jamaah! Hanya satu jiwa la ilaha illallah
Tatanan khilafah telah runtuh dan diubah dengan sistem dinasti atau sistem yang sungguh jauh dari Al-Qur'an, walaupun lambat, tetapi pasti. Seluruh sistem yang tidak bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasul dapat menyebabkan hilangnya jamaah. Seharusnya, para mubalig dan para pemimpin Islam tidak mengenal henti untuk memperkokoh barisan dan mempersatukan hati (ta'liful-quluub) untuk menuju satu sistem yang utuh, total, dan mencakup segala segi yang holistis (bersifat keseluruhan, ed.) agar terhindar dan tidak terkontaminasi oleh gaya pemikiran kaum kafir yang bersifat hedonistik, individualistis, dan sekuler. Nilai-nilai agama mereka buang di kotak sampah. Jiwa amarah membungkus para abdi nafsu dengan penuh ambisius, seraya mencatut nama rakyat. Mereka pun menohok harga diri orang beragama. Moral, etika, dan sopan santun hanya sebuah kata yang semakin samar-samar, apalagi cinta dan akhlak karimah.
Prinsip jamaah yang berdiri di atas tiang saling memahami (tafahum), saling bertanggung jawab (takaful), saling menolong serta saling membela (ta'awun), dan adil berkesimbangan (tawazun), kini hanya tinggal kenangan. Puing-puing yang sulit untuk dikumpulkan kembali, karena jiwa telah dinista oleh gaya berfikir yang jauh dari prinsip Islami. Padahal, dengan sangat jelas dan tandas, Allah telah menyerukan mereka dengan firman-Nya:"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (al-­Baqarah: 208).
Totalitas gerakan tersebut tidak lain dalam satu ritme organisasi yang berada dalam sistem jamaah. Inilah kunci kemenangan umat Islam. Tidak pernah ada satu aksioma yang bisa memenangkan perjuangan umat Islam kecuali dalam sebuah tatanan jamaah.
Lantas iman yang seperti apa lagi yang akan menafikan seruan Allah dengan firman-Nya, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan­-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (ash-Shaff: 4).
Bagaimana mungkin bangunan menjadi kuat apabila tumpukan batanya berserakan? Bagaimana mungkin pula memenangkan peperangan apabila seluruh kekuatan tidak disatu-padukan dalam satu langkah, satu komando menuju kemenangan. Ayat tersebut merupakan aksioma Ilahiyah yang tidak bisa digugat.
Selama umat Islam terkotak-kotak dan terpelanting dalam kolam-­kolam yang kecil, maka ia tidak akan diperhitungkan, bahkan tidak akan dilihat dengan sebelah mata oleh musuh-musuhnya. Bagaikan buih. Keberadaan dan ketiadaannya sama saja. Batu bata betapapun mahal kualitasnya, tetaplah hanya sebuah batu bata. Akan tetapi, apabila mereka ditumpuk dan dikelola di bawah tangan seorang yang piawai, maka jadilah dinding bangunan yang kokoh.
Mungkin, inilah keprihatinan yang teramat mendalam dari ucapan terakhir Rasulullah saw menjelang wafatnya beliau, "Umatku, umatku, umatku.". Adakah beliau gundah melihat umatnya kelak yang terpecah-­pecah? Adakah beliau berwasiat kepada kita semua agar mewujudkan cita-citanya untuk menjadi umat yang berjamaah? Kalau saja dugaan kita benar, betapa beliau merintihkan harapannya kepada kita. Dengan kata lain, apabila kita tetap tidak peduli dengan seruan persatuan umat, masih pantaskah kita berdiri dan mengaku pengikutnya? Sedangkan wasiat beliau agar tidak berkelompok (berfirqah), namun tidak sedikit pun yang mau memperjuangkannya? .
Maka tidak ada kata yang paling mendesak untuk dilaksanakan, kecuali persatuan umat (ittihadul-ummah). Kalau saja dimungkinkan, seharus­nya ada semacam reformasi pemikiran untuk menjadikan persatuan umat bagian dari rukun perjuangan umat Islam. Kalau saja diupayakan dengan penuh kesungguhan, kiranya persatuan umat dapat menjadi "pelajaran wajib", khususnya bagi putra-putri kita yang memasuki bangku
sekolah. Sayang, seruan ini hanya dianggap sebagai angin lalu. Persyaratan utama yang menyebabkan tidak datangnya pertolongan Allah, karena kita menganggap persatuan umat atau berjamaah hanya sebagai retorika belaka. Padahal, seruan ini bersumber pula dari wasiat suci baginda Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda:
"Umat Muhammad saw akan berada dalam kesesatan (selama tidak berjamaah), karena tangan Allah bersama jamaah. Barangsiapa menyempal maka dia menyempal ke neraka." (HR at-Tirmidzi).
Oleh karena pentingnya hakikat berjamaah maka Rasulullah saw kembali menyerukan kita sebagaimana sabdanya, "Barangsiapa memisahkan diri dari jamaah, sejengkal kemudian dia mati maka matinya adalah mati jahiliah." (Muttafaq'alaih dari Ibnu Abbas).
Tidakkah kita merasa takut kepada Allah apabila seruan Rasulullah saw serta ayat-ayat muhkamat Nya --ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya-- kita abaikan? Ataukah jiwa kita telah dicuci oleh kenikmatan dunia, harta; dan ambisi kekuasaan, sehingga dada kita kosong dari kesadaran (zikir) akan pentingnya partai Allah; yang berorientasikan pada satu pimpinan; satu gerakan satu kekuatan, Islam bersatu?
Air mata mengalir dari jiwa yang merintih karena diantara kita sudah kehilangan kesadaran perjuangan untuk meneruskan warisan suci ini.
Padahal Allah berfirman, "Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa meng­ingat Allah, mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa se­sungguhnya golongan setan itu golongan yang merugi." (al-Mujadilah: 19).
Kita sangat mafhum bahwa ajaran setan dapat berwujud dalam bentuk apa pun juga. Dia menyelusup dalam otak manusia. Dari produksi hasil pemikiran yang telah diselusupi setan itu adalah penolakan ter­hadap gairah Islamiyah untuk mempersatukan umat: Dengan gaya retorika dan logika palsunya, mereka berdendang, "Ini semua siasat bung! Kami tidak berpecah, kami tetap bersumberkan Al-Qur'an dan hadits."
Alangkah naifnya cara berpikir seperti itu yang tercabut dari akarnya. Umat Islam bagaikan terlena dalam gemuruh ornamen dan hiasan duniawi yang "diimpor" dari pusat-pusat pergerakan zionis. Seperti ungkapan ini, "Siang hari kamu lupa bekerja dan lalai, wahai orang yang tertipu. Dan malam hari kamu lelap tertidur, sungguh celaka tidak terelakkan!"
Kalau saja umat Islam terjaga dari tidurnya niscaya mereka me­mahami makna akidah sebagai keberpihakan penuh (kaffah). Mulai dari niat, alat, dan siasat haruslah berpihak pada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya:"Dan barangsiapa mengambil Allah; Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. " (al-Maa'idah: 56)
B. Perang GlobalAllah SWT berfirman, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak senang kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka...." (al-Baqarah: 120).
Pihak zionis telah "memproklamasikan" perang global. Prajuritnya bukan dalam bentuk tentara berseragam dengan senjata konvensional, melainkan tentara dalam bentuk pemanfaatan dan pengembangan tekno­logi, seperti media massa, khususnya media elektronik/televisi. Musuh-­musuh Islam sangat sadar bahwa umat Islam tidak bisa ditundukkan dengan senjata konvensional, betapapun berteknologi tinggi. Contohnya saja Negara Teluk yang diembargo oleh para zionis, bahkan diserang dengan kekuatan terpadu yang memakai sandi the blue star, tapi pada akhirnya dapat mengandaskan ambisi "Yahudi besar'' Amerika (sedang­kan Yahudi kecilnya adalah Israel) Begitu pula dengan Uni Soviet dan Rusia "terkapar" tidak mampu menghancurkan semangat jihad kaum Mujahidin Afghanistan. Tentara Amerika pilihan tidak pula mampu meng­hantam negara Sudan maupun Libya. Mereka harus mengganti taktik, yaitu menghancurkan umat Islam dengan serangan budaya, ekonomi, sosial, dan politik. Mulailah dengan memecah-belah diantara mereka dan membiarkan kita memetik buah dari konffik internal umat Islam sendiri.
Alvin Toffler dalam bukunya Powershift (Pergeseran Kekuasaan) ketika membahas bab "Gladiator Global" menguraikan dengan sangat terperinci tentang kekuatan global gereja Katolik. Mereka mengirimkan para diplomatnya yang sangat terlatih untuk memberikan pengaruh di daerah mereka bertugas. Mereka harus menunjukkan aktivitasnya yang simpatik, melebur dalam denyut kehidupan sosio-politik dengan meng­hidupkan seluruh jaringan gereja. Jaringan ini bukanlah hanya sekadar rencana di atas meja, tetapi sebuah "panggilan suci". Kita dapati hasilriya mulai tampak nyata, mulai dari Filipina sampai Panama.
Gereja Polandia semakin menujukkan wibawanya sebagai "peme­rintah yang tenang" (the silent government) dan dikagumi karena ke­berhasilannya mempengaruhi kaum buruh solidarinos melawan rezim Komunis. Para diplomat Vatikan mengakui bahwa berbagai perubahan yang terjadi seluruh Eropa Timur sebagian besar dipicu oleh Paus Johanes Paulus II yang didasarkan kepada obsesinya untuk membangun "kerajaan Tuhan" di dunia. Kebijakan Paus merujuk pada dokumen yang beredar di berbagai ibu kota Eropa pada tahun 1918, isinya mendesak pembentukan negara-negara super Katolik yang terdiri atas: Bavaria, Hongaria, Austria, Kroasia, Bohemia, Slovakia, dan Polandia. Usulan Paus mengenai Eropa yang Kristen, dewasa ini, mencakup seluruh Eropa, mulai dari Atlantik sampai Pegunungan Ural dengan populasi 700 juta jiwa (A. Toffler, Powershifi: 1990).
Semangat kesaksian mereka sungguh sangat mengagumkan. Mereka ditunjang oleh kekuatan dan profesionalisme, mempunyai dana, organisasi, sumber daya manusia dengan semangat "keterpanggilan" yang luar biasa. Setiap hari kerja, peta dunia digelar di meja para pembantu Paus di Vatikan. Peta dunia dianalisis dan diberikan berbagai catatan kecil sebagai petunjuk penilaian pencapaian gerakan para "prajurit Tuhan". Dari meja kepausan di Vatikan disebarkanlah jutaan pesan-pesan ke pelosok bumi. Dari mulai keuskupan di ibu kota sampai hutan belukar di pedalaman Afrika dan Papua Nugini.
Jutaan buku di perpustakaan disunting dan dibuatkan kliping serta garis besarnya untuk melengkapi bahan para "prajurit tuhan" melaksana­kan kesaksian sucinya. Mereka membentuk ikatan para ahli, mulai dari sejarawan, antropolog, dokter, pekerja sosial yang menguasai berbagai bahasa, kebiasaan, budaya, sosial-ekonomi, bahkan kecenderungan politiknya. Mereka mendirikan berbagai pendekatan kemanusiaan yang
berkualitas, mulai dari panti asuhan, rumah sakit, lembaga pendidikan sampai pada penampungan rumah jompo. Kaum zionis bersatu padu untuk menghantam dan menenggelamkan gerakan dan gairah dakwah Islamiyah. Itulah sebabnya, dalam perang global yang tidak "berbau" mesiu, tetapi "beraromakan" dunia materi hedonistik, mereka selundup­kan ke pelosok negeri, umat Islam diingatkan Allah sebagaimana firman­-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-­orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), se­bagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Dan barang­siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (al-­Maa'idah: 51).
Memang, kita tidak memilih "orang" dari kaum kafir untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi sungguh sayang--disadari atau tidak--dengan penuh suka cita, kita menari dan mereguk seluruh umpan yang mereka taburkan dari pusat-pusat pengendalian mereka. Kita merasa menang dan bersorak, dengan penuh kebahagiaan yang meluap. Padahal di belahan bumi Barat, kaum zionis "mengangkat gelas" kemenangan menyaksikan umat yang telah kehilangan kepribadian (muru'ah) dan terpecah dalam kelompoknya (firqah)
C. Kerajaan Tuhan (The Kingdom of God)Gerakan pengkafiran yang memikat dan ditunjang oleh sumber daya manusia, dana, serta teknologi menyebabkan usaha untuk meng­kafirkan umat Islam, secara perlahan tapi pasti berhasil dalam waktu yang relatif singkat. Pembagian "kue" (wilayah) yang diawali semangat conquistador antara Spanyol dan Portugis, kini menjadi kenyataan. Mulai dari Papua Nugini, Timor Timur, Filipina, Hongkong, Makao, sampai pantai-pantai dan pelosok Afrika Selatan dan Pantai Gading. Akan tetapi, mereka menghadapi kepedihan yang memalukan di Indonesia.
Belanda --mayoritas Protestan-- yang menjajah dan memeras habis-­habisan sumber daya alam dan penduduk pribumi selama 350 tahun, tidak mampu menjadikan Kristen sebagai agama mayoritas di Indonesia. Berbeda dengan Filipina, mereka berhasil menjadikan Katolik mayoritas di sana. Kegagalan ini menjadi luka yang menganga dan membangkitkan perhatian serta ambisi Vatikan untuk memprioritaskan Indonesia sebagai salah satu bentuk sukses misinya di masa depan.
Maka, mereka pun "melirik" dengan sangat tajam kepada masalah Timor Timur. Sebuah tempat strategis yang baru saja ditinggalkan Portugis untuk dimasukkan dalam peta kesaksian "prajurit Tuhan". Masalah Timtim secara terus-­menerus dijadikan isu politik internasional yang benar-benar memojokkan Indonesia di mata dunia. Bukan tidak mungkin Timtim yang di­perjuangkan dengan darah dan dana harus segera merdeka lepas dari Indonesia, akan mengundang "Yahudi besar" (pemerintah Amerika) membangun pangkalan militernya untuk menjadi "penyengat" stabilitas dari gangguan "raksasa" Cina, sekaligus melindungi kepentingan Amerika sebagai polisi internasional, atau mungkin bentuk imperialisme gaya baru? Atau Timor Timur sebagai pengganti pangkalan militer di Subic Filipina. Dan kalaupun Timtim merdeka, pihak zionis tentunya akan melepaskan peluangnya untuk membangun habis-habisan Timtim, sekaligus mempermalukan Indonesia dan mengusik kecemburuan pulau lainnya. Para prajurit ABRI yang gugur atau cacat karena peng­abdiannya kepada negara (pada Operasi Seroja) harus sia-sia belaka. Bagaikan veteran Amerika yang pulang dari Vietnam bukan untuk mendapatkan pujian, tetapi cemooh belaka yang mereka terima.
Bagaikan mengulang nostalgia lama, ketika Cornelis de Houtman menginjakkan kakinya di bumi Nusantara dan Jan Pieter Zoon Coon sukses memimpin VOC (Verenigde Oos Indische Compagnie) dan berhasil menguasai seluruh kota Jayakarta, yang kemudian digantinya dengan nama Batavia pada tanggal 30 Mei 1619 dan menjadikan kota Batavia sebagai "kerajaan kecil" (koningcrijk). Inilah awal pembagian "kue" ­wilayah yang akan dimisikan, Indonesia yang subur dan berlimpah dengan rempah-rempah tersebut.
Perseteruan Belanda (Protestan) dan Portugis (Katolik) diteruskan tidak di daratan Eropa saja, tetapi meluas hingga pembagian kekuasaan di Timur Jauh. Sejak semula, Belanda sangat membenci Portugis karena bersekutu dengan Spanyol. Sebagai pengikut Protestan, Belanda tidak senang melihat perluasan Katolik yang sedang dikembangkan Portugis di Maluku. Tujuan Belanda sudah sangat jelas, yaitu menggeser dominasi Portugis yang sekaligus menggeser Katolik diganti dengan Protestan (K.H. Ahmad Zuhril: 1980).
Kaum zionis ingin memanfaatkan segala sentimen yang ada di Indonesia. Warna budaya yang rukun harus digoncang. Kecemburuan sosial dan agama harus dipertentangkan secara diametral. Bila Katolik memperoleh Timor Timur, lantas daerah mana yang paling tepat untuk kedudukan Protestan?
Kita harus waspada, jangan sampai Indonesia dibagi dan dipecah menjadi negara-negara kecil agar mudah dilakukan pengawasan dan melakukan negoisasi kepentingannya. Keberhasilan mereka meruntuh­kan negara Beruang Merah, Uni Soviet dan Rusia, menjadi pemicu dan menambah keyakinan untuk membangun kembali menara Babil, Kerajaan Tuhan zionis yang mengangkangi seluruh dunia sebagai bukti semangat imperialisme, sekaligus balas dendam kepada seluruh bangsa yang menyebabkan dirinya mereka terdiaspora (tercerai-berai).
Hampir seluruh negara yang mayoritas penduduknya Islam telah mereka haru-birukan. Negara-negara yang mayoritas Islam penduduknya, mereka buat resah dan selalu saja ada pekerjaan rumah yang me­nyita perhatian lebih bagi negara tersebut, sehingga ia lupa untuk membangun ekonominya. Misalnya, Arab Saudi yang kaya dengan sumber daya alamnya, yaitu minyaknya. Semula Arab Saudi diharapkan dapat menjadi sumber dana bagi negara Islam lainnya, namun kini ia lumpuh tidak berdaya. Seluruh kekayaan minyaknya dieksplorasi dan dikuasai oleh perusahaan multinasional Amerika. Perang Teluk telah melumpuh­kan negara negara Timur Tengah. Irak yang masih bisa bertahan dengan embargo Amerika beberapa waktu yang lalu, hampir sulit mengembangkan dirinya dalam bayangan pengawasan konspirasi zionis yang sudah menguasai dunia. Sedangkan Libya, mereka biarkan sedemikian rupa sebagai sparing partner untuk menjadi konsumsi berita dunia.
Para zionis dengan "mata Lucifer nya" mengerlingkan arahnya ke negeri zamrud khatulistiwa, yaitu Indonesia. Indonesia mereka anggap mulai kurang ajar karena berani-beraninya melecehkan pemerintah Amerika dengan membatalkan pembelian pesawat jet tempur F-16 produksinya, lalu melirik dan membeli pesawat jet tempur Mirage buatan Eropa. Indonesia mereka anggap pula telah menantangnya dengan memasukkan Myanmar ke dalam tubuh ASEAN dan juga telah bertingkah dengan menyelenggarakan Asia Pacific Economic (APEC) dan menggelar pertemuan internasional, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan KTT non-Blok.
Untuk itu, mereka harus berlomba dengan keberhasilan ekonomi Indonesia agar pemerintah Indonesia tidak mampu membangun seluruh negerinya. Pembangunan ekonomi oleh pemerintah Republik Indonesia --­karena Indonesia mayoritas penduduknya Islam yang terbesar di dunia-- mereka anggap sebagai "duri" yang bertambah menghalangi gerakan Kristenisasi. Tingkat pertumbuhan ekonominya yang melesat harus dihambat, bahkan dihancurkan.
Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pen­duduk miskin Indonesia pada tahun 1976 adalah 54,4 juta atau 40 persen dari jumlah penduduk ternyata menurun dengan sangat drastis menjadi 25,9 juta atau 13,7 persen pada tahun 1993, sebuah angka yang me­nakjubkan. Pokoknya, dengan segala tekad --pemerintah pada waktu itu menyatakan perang dengan kemiskinan-- pemerintah sadar bahwa ke­miskinan hanya akan menyuburkan kembalinya paham komunis. Peme­rintah juga sadar bahwa inilah cara untuk menyelamatkan umat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW :
"Kefakiran itu mendekatkan seseorang kepada kekufuran."
Menurut laporan Bank Dunia (1990) pada tahun 1967, pendapatan per kapita (GNP) Indonesia hanya 50 dolar Amerika, yaitu separo pendapatan per kapita (GNP) India, Bangladesh, dan Nigeria. Akan tetapi, mulai tahun 1980 pendapatan per kapita Indonesia melesat hampir mencapai 500 dolar Amerika per kapita yang berarti 30 persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) India Lalu, 49 persen lebih tinggi dari pendapatan per kapita (GNP) Nigeria, dan 150 persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) Bangladesh.
Pemerintah relatif sukses dalam mewujudkan tujuan ganda men­capai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memastikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang. GNP riel tumbuh sampai sekitar 6,5 persen per tahun selama tahun 1974-1978, dengan pertumbuhan pertanian sampai 4 persen per tahun. Konsumsi pribadi per kapitanya juga meningkat.1
Keberpihakan pemerintah yang membuka lebar kesempatan lebih luas kepada umat Islam, setelah dua puluh tahun hanya sebagai masyarakat marjinal yang tersisih (mustad'afin) dan tidak mempunyai akses, ternyata menambah cemburu dan marah kaum zionis. Keberhasilan ekonomi hanya akan memperkuat umat Islam di masa mendatang dan inilah yang membuat kaum zionis sangat tidak menyukainya. Keber­hasilan perekonomian Indonesia hanya akan menguntungkan umat Islam yang mayoritas di Indonesia. Pendapatan per kapita yang me­ningkat tajam, walaupun belum merata, telah memberikan harapan bagi kelompok menengah sehingga mereka mampu membiayai pendidikan lebih baik. Mahasiswa yang berlatar belakang Islam juga telah men­dapatkan bea siswa untuk sekolah ke luar negeri. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh para zionis bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut nantinya akan menjadi "intelektual baru muslim" (the new intelectual moslem) yang akan memegang kendali pemerintahan Indonesia di masa mendatang. Kekhawatiran ini semakin beralasan ketika seluruh "saluran" dibuka aksesnya untuk menuju pengambilan keputusan sehingga mulai longgar pintu kekuatan ekonomi politik yang sebelumnya terkunci rapat, mulai dibuka. Bagaikan pertobatan besar maka dimulailah "pencerahan" dengan cara membuka akses bagi umat Islam yang selama ini menjadi mayoritas yang tertindas.
Kemudian berdirilah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, dan BPR Syari'ah mulai merebak di mana-mana --­sebagai landasan ekonomi Islam. Konferensi-konferensi internasionai pun digelar dan diselenggarakan oleh Indonesia, antara lain: KTT non ­Blok, OKI, dan OPEC. Bahkan, dengan naiknya wibawa Indonesia di mata ASEAN, bagi kaum zionis dapat merusak rencana yang telah mereka strategikan "petanya" di atas meja. Lebih menyakitkan mereka lagi ketika Myanmar yang telah mendapatkan tekanan dari Amerika, diimbau oleh Indonesia untuk menjadi bagian anggota ASEAN. Juga yang membuat mereka kesal pula bahwa para anggota legislatif Indonesia didominasi oleh umat Islam, termasuk isu adanya "ABRI hijau". Gema dakwah mulai bertalu-talu. Betapapun orang mengatakan bahwa dakwah hanyalah baru menyentuh simbol-simbol, tetapi justru itulah kuncinya. Dengan simbol itu, harapan umat Islam mulai merebak mekar dan memberikan gairah yang membahana. Tuntutan para mujahid yang dipenjara, selangkah demi selangkah mulai dipenuhi. Umat Islam mulai diberikan haknya secara proporsional, sehingga semarak dakwah kian luar biasa.
Derap langkah nuansa Islam semakin menyeruak tatkala kabinet mulai diduduki oleh mayoritas Islam, yang selama beberapa tahun lalu jabatan strategis selalu dipegang oleh nonmuslim. Di lain pihak, APEC dan AFTA akan segera diberlakukan. Bila Indonesia di bidang ekonomi­nya sudah telanjur berjaya, niscaya neraca transaksi perdagangannya tidak mengalami defisit Oleh karena itulah, kaum zionis berkesimpulan bahwa apabila Indonesia tidak dilumpuhkan maka barang produksi mereka tidak dapat mendominasi pasar di Indonesia. Bahkan sebaliknya, Indonesia yang akan mengekspor barangnya ke pasar mereka, yaitu dunia Barat.
Pokoknya, semua perkembangan di Indonesia yang "mementaskan" umat Islam dalam gelanggang pemerintah telah menjadi kecemburuan kaum zionis, yang lalu memicu akselerasi mereka untuk menghancurkan Indonesia. Hal seperti itu tidak bisa dibiarkan. Para zionis kafir bersemboyan, "Jangan sekali-kali membiarkan pintu terbuka untuk umat Islam." Oleh Karena, hanya dengan memiskinkan umat Islam, maka gerakan zionisme lebih mudah bergerak.
Terlebih lagi, dengan banyaknya "borok" yang bergelimangan di lingkungan birokrat dan pengusaha. Yaitu, para birokrat dan pengusaha yang menjadi penguasa, atau sebaliknya penguasa yang menjadi pe­ngusaha. Mulai dari korupsi yang sudah "mendarah daging" sampai yang "mewabah". Kolusi yang menyebabkan tumbuhnya kekuasaan tersem­bunyi yang dikuasai oleh segelintir manusia dan golongan, serta pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara kelompok "penikmat kebijakan" (kalangan atas atau the ruling class) dan masyarakat yang lemah {dizalimi; mustad'afin) merupakan "pemicu" yang paling mudah meletup untuk mempercepat kehancuran seluruh tatanan yang ada. Oleh karena pertumbuhan ekonomi yang melesat tersebut, kondisinya tidak melibatkan "arus bawah" dan telah melahirkan kesenjangan serta kecemburuan sosial yang melebar. Sehingga pertumbuham ekonomi berdiri di atas fondasi yang sangat keropos, tidak mempunyai akar fundamental yang kuat. Peredaran uang dan kebijaksanaan ekonomi hanya beredar di tangan para Cina keturunan, yang melebarkan peng­aruhnya ke tepian kekuasaan. Politik monolitik (politik yang berpihak pada satu golongan, ed): represif, dan kesenjangan ekonomi, serta gaya hidup kaum yang berpunya telah menjadi pemacu utama timbulnya "kegundahan" rakyat kecil yang merasa hak asasinya tersumbat dan sulit menembus benteng-benteng kekuasaan. Ini semua adalah "ranjau-­ranjau" keresahan sosial yang setiap saat dapat menjadi pemicu terjadinya "bom" perlawanan rakyat
Dalam perang global ini (ghazwul-frkri), "tangan-tangan" perbankan zionis mulai bergerak. Yayasan Quantum milik George Soros diberi tugas untuk melakukan intervensi ekonomi global melalui strategi moneter internasional. Percobaan pengintervensiannya yang pertama dilakukan di Thailand dan Korea, dengan harapan dampaknya akan memurukkan rupiah dari lalu lintas mata uang dunia. George Soros berhasil, Indonesia hancur secara ekonomi dan merembet ke bidang-bidang vital lainnya, ­sebuah tindakan licik seorang Yahudi yang tidak sudi umat Islam berjaya. Hal ini sekaligus membuktikan kebenaran firman Allah:
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama. mereka. Katakanlah, 'Sesungguh­nya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).' Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (al-Baqarah:120).
Sementara, kedatangan dan pertolongan International Monetery Fund (IMF) dianggap oleh kita sebagai "juru penyelamat" (Mesiah) agar Indonesia dapat keluar dari krisis moneter dan ekonomi yang meng­himpit. IMF, yang 80 persen dananya diperoleh dari para donatur Amerika, yang notabenenya kaum zionis serta kekuatan lobi Yahudi­, telah memaksa Indonesia agar menerima segala klausul persyaratan yang sangat "menjerembabkan" Indonesia ke keterpurukan yang semakin dalam. Padahal, justru terbukti bahwa strategi IMF tidak memberikan solusi apa pun bagi krisis yang melanda Indonesia, justru membuat Indonesia bergantung terhadap utang-utang baru. Hal itu pun justru menjerat Indonesia untuk terikat akan sistem kebijakan ekonomi negara yang memberikan pinjaman.
Kemudian setelah agen-agen zionis licik tersebut telah berhasil me­miskinkan Indonesia yang semakin terpuruk, lalu langkah-langkah "prajurit Tuhan" akan lebih mudah menancapkan panji-panjinya di bumi Nusantara. Jatuhnya harga saham, dengan harga indeks gabungan yang sangat murah, akan mendorong para pengusaha zionis untuk mem­borong saham-saham tersebut. Itulah sebabnya, salah satu lobi mereka yang sangat agresif adalah mengarahkan pemerintah Indonesia agar mengizinkan perusahaan asing menguasai saham sebesar-besarnya dan kalau perlu secara keseluruhan, 100 persen. Dengan cara seperti ini, kelak seluruh infrastruktur, perusahaan, dan jaringan usaha akan dikuasai oleh perusahaan mereka. Mulailah era penjajahan ekonomi global, khususnya penindasan gerak ekonomi umat Islam di Indonesia. Lantas pujian indah untuk Indonesia yang biasa disebut sebagai "sepotong surga" yang dipindahkan ke dunia, kini berubah menjadi sebuah "potongan kesengsaraan".
Cita-cita kaum zionis untuk menguasai dunia, diawali dengan pe­nguasaan total terhadap perekonomian dan sistem moneter dunia. Myron Pagan dalam tulisannya, A Satanic Plot for a One World Govern­ment menyebutkan bahwa para Iluminasi terdiri atas orang-orang elite. Mereka yang menjadi pimpinan puncaknya harus mengontrol para bankir internasional.

D. Spionase GlobalUntuk menghancurkan umat Islam, jaringan spionase semakin menunjukkan keperkasaannya. Perusahaan multinasional bekerja sama dengan CIA (Central Intelligence Agent), agen rahasia Amerika, saling menukar informasi menguntungkan. Tidak jarang para eksekutif di suatu negara merangkap pula sebagai agen CIA. Bahkan, belakangan diketahui pula bahwa perusahaan multinasional mengembangkan jaringan intelijennya sendiri. Hal itu seperti apa yang ditulis Tofffer bahwa kontak antara intelijen rnereka dan intelijen CIA, serta intelijen di negara lain dilakukan secara profesional melalui kontak berkala. Bechtel Corporation perusahaan konstruksi yang bermarkas di San Fransisco mempunyai kontrak bernilai ratusan juta dolar di Timur Tengah. Mereka telah memberi pekerjaan nominal untuk agen CIA. Lalu sebagai imbalannya, Bechtel memperoleh informasi komersial dari CIA. Bechtel adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang informasi rahasia (Bussiness Environment Risk Information) di Long Beach, California, telah mendapatkan pujian karena memberikan keterangan kepada pelanggannya bahwa Presiden Mesir Anwar Sadat akan dibunuh. Ternyata, informasi tersebut memang benar, terbukti ia terbunuh dalam sebuah parade upacara militer oleh kelompok ekstrem yang disusupi oleh pihak intelijen lainnya. Demikian pula ramalan mereka tentang serbuan Irak ke Iran, juga menjadi kenyataan. Hal ini membuktikan dengan jelas bahwa tidak ada negara yang bebas dari jaringan spionase yarig dikelola secara profesional oleh pihak CIA dan perusahaan multinasional negara-negara super power, terutama Amerika. Walaupun tidak dipungkiri, para perekrut CIA mendekati dan menggarap beberapa mahasiswa yang cerdas untuk diajaknya bekerja sama sebagai agen CIA dan kelak akan menjadi mitra yang menguntungkan apabila mahasiswa tersebut kembali ke negerinya Peranan kedutaan besar di setiap negara sangat dominan dalam hal jaringan intelijen ini. CIA saling bertukar infomasi dengan Mossad (agen rahasia Israel, ed.) pada saat umat Islam terlalu dominan. Mereka sibuk menyelusup ke dalam tubuh umat Islam sebagai suatu strategi untuk menghancurkan umat Islam.Sangat disayangkan, negara-negara dengan penduduk mayoritasnya umat Islam tidak mempunyai minat yang besar untuk mempelajari strategi global dunia Barat yang notabenenya merupakan ambisinya kaum zionis. Padahal Jepang telah menyebarkan seluruh kekuatan jaringan informasinya ke seluruh negara Amerika dan Eropa. Ratusan ribu mahasiswa tersebar di negara-negara tersebut, mereka belajar dan menimba ilmu, sekaligus sebagai spionase yang sangat loyal untuk kejayaan negerinya.Isu-isu politik internasional seringkali merupakan alat propaganda kepentingan para pemimpin Barat Ketika Bill Clinton diperkarakan dan nyaris terkena impeachment tuduhan terhadap skandal seks Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, kemudian tidak lama setelah itu, Washington memerintahkan untuk membom Irak sehingga perhatian dunia internasional beralih kepada kasus tersebut Gerakan konspirasi spionase dan cara-cara kaum zionis yang ikut campur tangan ke dalam urat nadi pemerintahan negara negara yang mayoritas penduduknya Islam atau Katolik telah menunjukkan bukti- buktinya yang nyata, walaupun secara faktual sulit dibuktikan karena perannya sebagai gerakan rahasia adalah mustahil terbuka dan mudah diperoleh datanya yang faktual. Gerakan konspirasi internasional zionis merupakan sebuah gerakan yang dapat "dirasakan" walaupun sulit dibongkar sepak terjangnya secara nyata.Akan tetapi, satu hal yang harus diketahui umat Islam bahwa gerakan tersebut merupakan jaringan kebencian kaum zionis terhadap kaum beragama. Cita-cita yang berbaur dengan balas dendam mereka telah menunjukkan sikapnya yang sangat jelas untuk menguasai hak asasi kaum beragama. Mereka mempersatukan seluruh potensi serta para simpatisannya. Mereka menguasai seluruh kelembagaan internasional, mulai dari lembaga keuangan dan moneter, Perserikatan Bangsa-Bangsa, para komunis, sampai para milyuner yang telah membuktikan kesetiaannya terhadap cita-cita membangun "satu dunia baru" melalui konspirasi yang sangat canggih. Melvin Sickler mengatakan, "Dalam fase akhir konspirasinya; yaitu membentuk satu pemerintahan dunia merupakan kunci menuju kediktatoran. Dengan menguasai Perserikatan Bangsa-Bangsa, lembaga keuangan dan moneter, para milyuner, komunis, serta ilmuwan. Mereka bersatu untuk membuktikan cita-citanya dalam membangun konglomerasi manusia yang berjaya (satu dunia baru) melalui konspirasi yang canggih."Betapa nyatanya fakta gerakan kaum zionis Dajal yang sangat berambisi untuk menciptakan satu dunia, satu agama, satu mata uang, satu sistem perekonomian, dan satu kewarganegaraan yang dikontrol dari Telewash (Tel Aviv-London-Washington) melalui jalur Threelateral Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada), Eropa, dan Jepang. Di negara tersebut sengaja ditumbuhkan berbagai aliran kepercayaan yang berbau mistik dan radikal, yang maksudnya untuk menyaingi eksistensi agama-agama samawi: Islam dan Kristen.Berbagai fakta untuk mewujudkan cita-cita dunia baru (novus ordo seclorum) sebagaimana dicita-citakan Adam Weishaupt, "Saat ini sudah matang buahnya dan hanya tinggal beberapa saat lagi untuk memetik-nya." Dunia global sebagai kenyataan yang ada dan sebagai akibat kemajuan teknologi, sekaligus dijadikan jembatan emas untuk mewujudkan cita-citanya tersebut. Mereka kuasai media massa sampai ke pusatnya. Para pemimpin media massa internasional adalah bagian dari sindikasi konspirasinya yang dijaring sedemikan rupa, sehingga tidak mereka sadari bahwa dirinya telah menjadi "budak" yang secara total dimanfaatkan dan menjadi bagian dari konspirasi tersebut.Perang konvensional telah berlalu. Perang atom dan nuklir telah memasuki tahapan penghancuran. Saat ini adalah tahapan "perang ideologi" dan tidak ada satu pun ideologi yang boleh unggul di hadapan ideologi zionis. Mereka menganggap bahwa agama sebagai dogma yang meracuni hak azasi manusia karena sifatnya yang mendominasi dan memperbudak kebebasan azasi. 2Spionase atau konspirasi global telah berlangsung sejak lama. Tidak terlewat pula targetnya yaitu negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang diibaratkan seakan-akan bagaikan segerombolan kambing yang siap untuk diterkam oleh singa dan macan yang berbaur tanpa mereka ketahui keberadaannya, karena para singa dan macan itu tidak segan-segan berpura-pura sebagai kambing. Kira-kira seperti itulah ibaratnya, begitu pula dengan "konspirasi licik" yang dilakukan antara CIA dan Mossad Israel yang begitu sangat kompak. CIA berkolaborasi dengan Mossad, karena CIA memanfaatkan pengalaman anggota Mossad yang berpengalaman dalam mengadu domba umat Islam dan membuat berbagai rencana konspirasi untuk menghancurkan agama, memecah persatuan, dan menjadikan satu negara menjadi "kobaran api".E. Imperialisme Informasi (The Global of Videocracy)Dunia semakin sempit. Dataran bumi merupakan lahan yang paling empuk untuk dipotret dan ditelanjangi oleh kemajuan pengetahuan. Jaringan pusat satelit didirikan oleh Amerika dengan memakai nama Pusat Penelitian Cuaca. Jutaan informasi dari seluruh negara diolah dan dianalisis untuk kepentingan perusahaan dan ambisi para zionis untuk mewujudkan cita-citanya menguasai seluruh bangsa. Media televisi menjadi "tuhan baru" bagi jutaan manusia di muka bumi, menjadi "penguasa media" (videocracy) yang menghipnotis jutaan pemirsanya. Slogan mereka adalah "tiada hari kecuali mata yang melekat pada kaca TV", bagaikan terkena santet. Jutaan anak-anak sangat hafal dengan program acara yang menayangkan film fiksi. Jutaan ibu rumah tangga menghabiskan waktunya menonton telenovela, sebuah acara opera sabun yang beritme emosional. Televisi bukanlah sekadar lahan usaha yang menggiurkan, melainkan bahan informasi yang bisa juga menyesatkan, tentunya bergantung kepada kepentingan pemegang sahamnya.Triliuner media, seperti Rupert Murdoch, W. Randolph Hearst salah satu pengikut zionis, telah menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam dunia politik, bahkan menentukan nasib suatu pemerintahan karena lobi mereka. Pengaruh "mata" zionis yang hebat ini telah mengubah perilaku budaya, selera, bahkan keyakinan manusia. Acara-acara yang ditayangkan televisi pun mampu membuat penontonnya begitu terpengaruh secara emosional hingga menangis dan gemas. Hal itu berhasil karena kepiawaian perancangnya dalam mengelola program-program acaranya sehingga menyebabkan jutaan umat Islam terpana dan larut dengan impian yang ditawarkan para copywriter (penulis skenario) periklanan. Kekuatan psikologis televisi dalam "meneror" para pemirsanya melalui: ilusi, kesan (impression), dan pembentukan citra (image) telah berhasil menempatan Amerika sebagai super videocracy. Setiap inci filmnya ditata dengan menyisipkan ketiga karakter psikologi tersebut.Jutaan mata sembab karena menangis melihat suasana dramatis tenggelamnya kapal Titanic yang dilatarbelakangi nyanyian Celine Dion. Suguhan film fiksi, seperti Jurassic Park dan Armageddon membuat para penonton seperti larut dalam setiap episodenya. Dan jutaan manusia dibuai seakan menjadi Rambo ketika film ini menunjukkan keperkasaan Sylvester Stallone sebagai seorang macho hero yang membebaskan tawanan Amerika dari para Vietkong hanya dengan seorang diri --publik lupa bahwa Amerika kalah perang di Vietnam.Amerika berhasil memanfaatkan.media informasi untuk tetap membangun citranya sebagai negara super power yang sangat peduli sebagai pembela hak asasi manusia, sehingga setiap pembunuhan berdarah di Irak, Sudan, atau negara lainnya, mereka tetap tidak dipersalahkan. Hal itu tentulah karena mereka telah berhasil membentuk image kuat melalui informasi dan film khurafat (dongeng) yang begitu membekas dalam pandangan publik. Televisi merupakan cara paling ampuh untuk membuka koridor penjajahan baru kaum zionis di muka bumi, bahkan ada semacam "penuhanan" terhadap televisi.Oleh karena kelangsungan hidup stasiun televisi sangat ditentukan oleh pemasukan iklannya, sedangkan perusahaan-perusahaan menghadapi masalah likuiditas dan dana tunai sehingga mereka "megap-megap" --baik untuk memasang iklan maupun ikut investasi-- bukan tidak mungkin saham suatu stasiun televisi akan dibeli perusahaan asing tentunya dengan lobi dan tekanan kepada pemerintah. Inilah "mata pedang" para prajurit tuhan tersebut. Mereka menguasai media massa, khususnya jaringan stasiun televisi, karena dengan itu mereka lebih mudah mengontrol program-program penayangan yang berbau dakwah, sekaligus memudahkan pembentukan opini untuk keuntungan mereka.Kisah sukses penginjilan telah dirintis oleh penginjil ulung, Jimmy Swaggart, yang menjadikan televisi sebagai senjatanya yang ampuh untuk mempengaruhi jamaahnya. Khutbahnya yang berenergi muncul pada saat fajar menyingsing dan ditutup menjelang tidur stasiun televisi dibuat secara khusus. Rumah produksi (production house) mereka buat dengan peralatan dan dekorasi yang canggih, mengemas dan memproduksi jutaan video kaset untuk para jamaahnya sendiri dan diekspor sebagai bahan kajian para kader-kader para penginjil di seluruh pelosok negara.Jaringan televisi yang dikuasai Yahudi (CNN, CNBC, ABC, MTI dan sebagainya) merupakan "tangan gurita" mereka, yang menjajah dan sekaligus menguasai konsumsi informasi secara sepihak. Umat Islam dan negara berkembang semakin terpuruk dalam komoditas informasi. Imperialisme informasi, inilah dua kata yang paling tepat untuk menunjukkan dominasi negara Barat. Abad ini adalah millennium of television yang mampu "mencengkeram" syaraf-syaraf pemirsanya dan sekaligus mengubah budayanya.Televisi bukan sekadar kotak hiburan, tetapi ia membawa pesan-pesan tersembunyi, sehingga tanpa kita sadari telah mengubah budaya suatu bangsa. Kita sering dikejutkan oleh perilaku anak muda yang populer dengan sebutan "generasi MTV". Sayangnya, umat Islam yang mayoritas di dunia, jangankan mempunyai jaringan televisi bersifat internasional (seperti CNN) sedangkan jaringan lokal saja tidak mampu memilikinya. Padahal, dengan memiliki jaringan televisi yang berorientasi kepada umat niscaya umat dapat mengetahui dan menangkis trik-trik kelicikan para zionis yang sudah "menjamuri" dunia media elektronik, sebagaimana mereka mempunyai agen-agennya, yaitu kaum orientalis.Alvin Toffler mengulas, "Dewasa ini, keberhasilan gereja di dunia bukan hanya pengaruh moral dan sumber daya ekonominya, tetapi karena ia tetap berfungsi sebagai medium massa. Kemampuannya menjangkau jutaan umat setiap hari Minggu pagi memainkan pula peran dengan memanfaatkan surat kabar, majalah, dan media lainnya."Kekuasaan media menjadi fenomena baru dalam perang urat syaraf dan propaganda. Ketika Adolf Hitler sang pemimpin besar Nazi meminta Jenderal Gobel selaku Menteri Propaganda Jerman untuk memenang kan perang, Gobel menyambutnya seakan-akan dia berkata, "Sebarkan kebohongan dan terus ulangi dan ulangi, karena kebohongan-kebohongan tersebut akan menjadi kebenaran yang diyakini." Hal ini memberikan kesan kepada kita akan kekuatan propaganda, terlebih bila dilancarkan melalui media massa. Tidak pernah kita bayangkan bahwa kekuatan media melalui selulosa video telah menjadi satu kekuatan besar yang membentuk citra, sikap, bahkan mengubah suatu kebiasaan, budaya dan ideologi suatu negara melalui penguasa media (videocracy).Kemakmuran yang dinikmati segelintir kelompok, terutama kaum Cina yang menjadi penyandang dana kaum Nasrani, menyebabkan pula terjadinya keresahan sosial di kalangan umat Islam. Agresivitas pengkafiran semakin menampakkan keberaniannya. Kelompok minoritas yang fundamentalis berhadapan dengan mayoritas yang idealis, menyebabkan tumbuhnya berbagai kekesalan yang terpendam di kalangan umat Islam. Di satu pihak, upaya toleransi agama hanya beredar dan dapat dipahami hanya di kalangan elite dan kurang sekali diupayakan program sosialisasinya. Padahal, sekiranya sejak dini, hal itu direalisasikan dalam bentuk toleransi, persaudaraan, dan kebanggaan sebagai satu bangsa dengan menghapuskan berbagai phobia agama dan persepsi yang salah tentang kesukuan maupun ras, niscaya jembatan untuk menuju kepada saling pengertian dan kerja sama sebagai satu bangsa akan segera terlahirkan.Akan tetapi, sangat disayangkan hal tersebut tidak pernah menyentuh sampai ke dasarnya secara substantif. Bahkan, sebaliknya umat Islam belum menemukan format yang mampu mewujudkan kohesivitas pemikiran yang praktis dan dinamis untuk menjawab tantangan global ini. Dalam beberapa hal, umat Islam masih tertinggal jauh dari agamawan lainnya yang bergerak dengan sangat profesional yang didukung oleh dana, hubungan internasional, serta sumber daya manusia yang kuat. Pola dakwah Islamiyah masih "jalan di tempat". Dakwah baru menyentuh kepada simbol-simbol yang dangkal (superficial), masih berkutat pada tahapan mata hati (bashiran), belum menyentuh mata hati yang menyinari (pelaksanaannya; sirajam-muniran). Dakwah dengan lisan masih lebih dominan daripada dakwah dengan perbuatan. Hal ini menyebabkan umat Islam kehilangan daerah yang strategis untuk melancarkan dakwahnya secara simultan, terintegrasi, dan dikoordinasikan dalam satu manajemen yang profesional.Buku Fakta dan Data yang diterbitkan Media Dakwah pada halaman 57 menyebutkan, "Lapangan media informasi harus dikontrol paling tidak 75 persen oleh orang Kristen, karena informasi merupakan persenjataan yang paling tajam untuk mengontrol umat Islam."Sementara, Umar Husein menulis tentang efektivitas imbauan Paus John Paul II, "Paus mengimbau kepada umat Katolik agar menyebarkan ajaran Kristen (Pope calls on Catholics to spread Christianity)." Dan hasilnya imbauan Paus langsung diikuti oleh para jamaah dengan penuh antusias, dengan hasil dua kali lipaf persentase perkembangan laju penduduk Indonesia sendiri, terbukti perkembangan Kristen Katolik pun sangat pesat di Kalimantan (Kalimantan Barat 9,5 persen; Kalimantan Timur 18,5 persen; dan Kalimantan Tengah 16,5 persen). Sedangkan persentase umat Islam sendiri mengalami penurunan: tahun 1980 (87 persen), tahun 1985 (86,9 persen). Bisa disimpulkan bahwa Indonesia adalah salah satu daerah tujuan peuyebaran Injil. Demikian yang ditulis Husein Umar (Fakta dan Data: hlm. 24).Fakta ini memberikan informasi serta hikmah bahwa dalam dunia demokrasi global, umat Islam harus mampu bersaing memenangkan citra. Oleh karena kebenaran yang hanya disimpan di dalam hati akan terkikis (lindap) digantikan oleh keyakinan yang setiap hari ditayangkan dengan penuh kesan. Perang global bukanlah perang konvensional yang mengepulkan mesiu dan deru suara bedil. Akan tetapi, sebuah kreativitas otak dan seni untuk memenangkan sebuah ambisi. Maka terkenanglah kita akan ucapan Umar bin Khaththab ra.:"Kebatilan yang terorganisasi dengan rapi akan mengalahkan kebenaran yang tidak terorganisasi."Ini merupakan aksioma universal yang harus dijadikan patokan hidup umat Islam. Kita tidak mungkin hanya bersifat apologetika (membela diri dengan melihat ke masa lalu, ed.) seraya melihat ke belakang mengenang kejayaan Andalusia. Di hadapan kita terpampang suatu "tantangan global" yang harus dihadapi dengan menyatukan pikiran, dana, dan gairah untuk menjadi pemenangnya.Kita pun tidak perlu bermalas-malasan, seraya memimpikan datangnya Imam Mahdi, Ratu Adil, atau Mesiah yang dengan baik budi mau mengulurkan tangan menolong penderitaan umat. Kita harus menjawab, "Tidak!" Karena Allah tidak akan mengubah suatu bangsa (kaum) kecuali bangsa (kaum) itu sendiri yang mengubah nasibnya.Menyadari gerakan zionis yang menyelusup ke seluruh tubuh kehidupan termasuk kehidupan beragama --baik itu Islam, Kristen, Budha, atau Hindu-- kiranya sudah saatnya semua pihak tanpa melihat perbedaan agama harus saling bergandengan tangan untuk membentengi negara tercinta yang merupakan amanat Ilahi dari gangguan ambisi kaum zionis. Semangat cinta Tanah Air merupakan salah satu kunci yang tangguh dalam menghadapi perang global ini. Setiap agama pasti menghargai makna Tanah Air sebagai amanat Ilahi.Pertentangan agama serta berbagai kecemburuan yang dijadikan pemicu konflik harus kita akhiri, karena pada akhirnya hanya kaum zionislah yang akan memetik keuntungannya.Seluruh umat beragama harus membaur dalam citra persatuan kebangsaan, karena itulah kita semua berdiri menjadi pandu yang membentengi setiap jengkal harta dan martabat kita bersama. Sudah saatnya, kita melupakan luka sejarah yang penuh dengan pertentangan dan membuka ruang persamaan serta memperkecil nilai-nilai yang berbeda.Tidak ada pilihan bagi umat Islam di Indonesia kecuali membuka sekat perbedaan, mengulurkan tangan, dan saling bergandengan tangan bahwa musuh kita bukanlah bangsa kita sendiri, tetapi sebuah kekuatan "raksasa" zionis yang harus dihadapi melalui persatuan dan kesatuan umat. Pertentangan sekecil apa pun tidak pernah akan memberikan manfaat bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam kecuali tepukan kebahagiaan bagi kaum zionis yang tidak rela bila ada satu negara yang tidak mau mereka jadikan bonekanya.Jauhkanlah segala bentuk perbedaan yang tidak prinsipil yang hanya menuju kepada pertikaian. Hamparkanlah jembatan kebangsaan yang mengantarkan kita ke jembatan emas masyarakat baru Indonesia. Menjadikan cinta dan kasih sayang diantara sesama bangsa Indonesia sebagai tema sentral tatanan pergaulan seraya memperkecil segala bentuk perbedaan. Bukan justru sebaliknya, bangsa Indonesia kehilangan cinta dan kasih sayang dikarenakan kita disibukkan dengan mempertajam perbedaan abadi yang secara fitri melekat pada diri setiap manusia.Umat Islam harus tidak mengenal kata menyerah dalam menghidupkan prinsip-prinsip kehidupan dalam sistem jamaah. Meramaikan masjid-masjid sebagai pusat tali ukhuwah dan membuka diri terhadap paham yang berbeda selama dalam kerangka cinta kasih dan saling menghargai. Hal ini tidak hanya dapat dituangkan dalam upacara pidato belaka, tetapi harus dijadikan sebagai bagian dari sistem pendidikan bangsa, sejak mereka mengenal bangku sekolah. Buanglah jauh-jauh segala bentuk Islam phobia, Kristus phobia, Sino phobia, dan segala bentuk phobia yang bisa menghambat persatuan kita sebagai satu bangsa yang telah memiliki tradisi nenek moyang yang luhur. Kuncinya tidak lain bersatu, sekali lagi bersatu.Hidup yang rukun, berdampingan dan saling menghargai, sebagaimana telah ditunjukkan oleh kebesaran jiwa Islam pada periode Madinah dan Mekah, maupun pada saat puncak kejayaan pemerintah Islam di Andalusia, yang oleh Max Dimont dikatakan, "Dampak dari 500 tahun di bawah kebijakan kaum muslimin, maka Spanyol yang saat itu terdiri dari tiga agama: Islam, Kristen, dan Yahudi yang hidup dalam satu wilayah, mereka saling bertoleransi dan penuh pengertian dalam bermasyarakat...."(Under the subsequent 500 year rule of the Moslems emerged the Spain of three religion and one bedrooms: Mohammedans, Christians, and Jews shared the same brilliant civilization....)Inti ajaran Islam adalah tauhid dan membawa kedamaian bagi alam semesta (rahmatan lil-alamin). Hal itu hanya dapat kembali ke panggung sejarah selama umat Islam bersatu dan menjadi payung kehidupan. Sebagaimana masyarakat madani yang kita cita-citakan hanya dapat terwujud bila kita semua mengarah kepada persatuan umat (ittihadulummah). Kemenangan Islam yang mengalahkan kaum Pagan musyrikin telah membuktikan satu tradisi bahwa di tangan daulat Islamiyah, masya rakat lain yang beragama non-Islam, dapat hidup tenteram berdampingan.Kalau saja para pemimpin mempunyai keberpihakan yang kuat kepada Allah dan Rasulnya, kalau saja mereka ingin membangun sebuah "samudra besar" yang disebut dengan persatuan umat. Kalau saja di hati para pemimpin ada semangat kenegarawanan yang sejati, bukan sekadar ahli orasi dan politisi, niscaya mereka mau melepaskan baju 'ashabiyah-nya (kebanggaan terhadap kelompok) seraya berkata:"Demi menegakkan Sunnah Nabi dan kekuatan jamaah yang bagaikan barisan yang. Kuat, demi Allah, saya tidak inginkan jabatan ini, asalkan kita dan para pengikut masing-masing meleburkan diri dalam satu kata yang paling dirindukan, yaitu 'persatuan umat' (ittihadul-ummah). Kalau Anda mau memegang amanat umat yang satu, silakan pimpin dan bawalah umat ini menuju ke puncak-puncak kejayaan Islam, saya akan mendampingi Anda dalam suka dan duka untuk memenangkan cita-cita izzul Islam wal-muslimin (menjunjung Islam dan kaum muslimin)."Akan tetapi, dari dalam lubuk hati yang paling dalam, nurani pun menjerit, adakah pemimpin yang seperti itu?Lantas masih adakah para pemuda yang mempunyai tekad kuat (muru'ah) untuk mengkampanyekan pentingnya persatuan dan kesatuan umat? Masih adakah pemuda yang berkata, "Demi persatuan umat dan menghilangkan kebingungan karena banyaknya partai dan golongan yang mengatasnamakan Islam, maka dengan mohon maaf sebesar-besarnya kepada Anda sebagai pemimpin kiranya sudi dengan ikhlas maupun terpaksa untuk ikut dengan kami ke satu tempat, di sana telah berkumpul para pemimpin Islam yang lainnya. Ini bukan menculik, seperti kasus Chairul Saleh dan rekan-rekannya yang membawa Soekarno ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan Indonesia. Akan tetapi, sebuah harapan yang kami wujudkan dalam bentuk tindakan, bukan kata-kata, karena kata persatuan umat sudah terlalu lama kami dengar tanpa melahirkan apa pun kecuali retorika belaka. Mohon maaf, ikutlah dengan kami ke satu tempat untuk memproklamasikan partai yang mampu menyatukan seluruh potensi umat dalam satu wadah satu harakah satu cita-cita ittihadul ummah."Akan tetapi, nurani bagaikan tercabik koyak. Pemikiran seperti ini hanyalah sebuah khayalan. Bahkan, bisa menjadi cemooh belaka. Dan segudang tudingan pun pasti menuju kepada orang-orang utopis itu. Ini berarti tidak demokratis, biarkanlah semua orang mempunyai haknya masing-masing. Hargailah orang yang berbeda pendapat, berbeda kelompok --yang segudang hadits dan ayat pun mereka bacakan. Anda jangan memaksakan kehendak karena ingin mewujudkan persatuan umat dengan cara paksa dan itu adalah fasis (berpemikiran otoriter/memaksa, ed.).F. Hancurnya PersatuanPersatuan umat Islam dalam bentuk ittihadul-ummah atau kuatnya persatuan dan kesatuan suatu bangsa adalah musuh utama kaum zionis.Mereka tidak pernah membiarkan umat atau suatu bangsa bersatu, kecuali itu hanya sebagai bahan perimbangan kekuatan semata-mata. Beberapa bangsa dibiarkannya untuk stabil dan bersatu sepanjang dapat mereka kontrol demi kepentingan mereka. Karena dalam gerakan konspirasinya, kaum zionis menganggap pemimpin yang baik adalah yang mampu menciptakan konflik, mampu membuat musuh, tetapi semuanya itu harus dalam kerangka besar perencanaannya sehingga tetap terkontrol.Memang benar bahwasanya umat Islam bukanlah pemalas. Mereka sama-sama bekerja, tetapi sayangnya tidak pernah mau bekerja sama. Satu sama lain asyik dengan kepentingan atau urusannya sendiri. Menutup sekat dari nilai esensial persatuan dan persaudaraan yang hanya sebatas pemanis retorika belaka. Jiwanya rapuh diterpa kecintaan yang sangat mendalam terhadap dunia, terperangkap dalam jaringan yang telah dipersiapkan kaum Dajal. Hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:"Akan datang suatu saat, kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain yang bagaikan orang-orang yang kelaparan memperebutkan makanan dalam mangkok. Para sahabat bertanya, 'Apakah karena jumlah kami waktu itu sedikit?' Beliau menjawab, 'Tidak, bahkan jumlah kalian banyak sekali, tetapi bagaikan buih dan kalian ditimpa penyakit wahan.' Mereka bertanya, 'Apa yang dimaksud penyakit wahan, ya Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Kalian sangat cinta kepada dunia dan takut mati'…" (HR Abu Daud).Dengan hadits tersebut, seharusnya kita merasa digugah bahwa gerakan kaum Dajal itu sudah memperhitungkan pula kualitas umat Islam yang saat ini mulai kehilangan nilai, bobot kualitas, dan hidup hanya bagaikan gunungan buih, sehingga dengan sangat mudahnya Dajal dan para pengikutnya merambah dan merombak seluruh sistem kehidupan umat Islam seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah:120. Sehingga, berbagai cara harus dilakukan agar umat Islam tidak sempat menjadi kuat dan menepuk dada sebagai satu bentuk negara yang baik. Pokoknya, tidak ada satu "lubang" pun yang luput dari pengawasan mereka. Dia pelihara benih-benih konflik agar pada waktu yang tepat dapat menjadi bahan akseleratif kekacauan yang menjadi sarana baginya, yaitu agar orang-orang yang dalam keadaan kacau (chaos) dan frustrasi itu datang menyembah kepadanya.Cita-cita Dajal membangun satu dunia baru yang global, yaitu: satu pemerintahan, satu agama; satu kewarganegaraan, dan satu sistem perekonomian merupakan falsafah baru bagi para pengikutnya, kaum zionis. Mereka akan menghapuskan segala bentuk kebangsaan dan nasionalisme serta agama-agama yang ada. Dengan terang-terangan, mereka membuat gerakan unitarian-universalist dan menentang dengan sengit kekuatan gereja Katolik. Mereka menyebut dirinya sebagai anti-Kristus. Salah satu target mereka adalah menghancurkan kekuatan Kepausan yang menguasai dunia melalui gereja Katoliknya. Sejarah masa lalu serta terusirnya kaum Yahudi dan terbunuhnya Jaques de Molay merupakan satu cita-cita untuk membalas dendam. Maka dicarilah berbagai justifikasi (pengesahan hukum sepihak) diantaranya dengan membuat tafsir-tafsir Bible yang disesuaikan dengan kepentingan gerakan konspirasi mereka. Dengan sangat cantiknya mereka menafsirkan peristiwa Menara Babil, di mana pada saat itu seluruh manusia berbahasa satu, berkebangsaan satu, dan mempunyai tujuan yang satu. Sebab itu adalah cita-cita yang sangat suci bila mereka mengembalikan kedudukan Menara Babil tersebut, agar manusia mencapai kesejahteraan yang sebenarnya. Mereka sangat anti terhadap agama yang dianggapnya sebagai racun. Karena dengan dogma-dogmanya, ia telah membius manusia sehingga terpenjara dan tidak mempunyai kebebasan berpikir kecuali harus sesuai dengan agama mereka. Generasi muda merupakan sasaran utama mereka, karena sifat para pemuda yang sangat senang dengan pemikiran-pemikiran baru atau menunjukkan sikap yang berbeda dan anti-status quo. Di samping itu, pemikiran bebas (free-thinking) akan menjadikan satu mode pemberontakan terselubung untuk menghadapi sistem pemikiran yang diperkenalkan agama sebagai status quo dan membunuh kreativitas. Dajal dan para pengikutnya seakan-akan berteriak:"Bebaskan dirimu dari segala 'penjara kuno' ini. Jadilah kaum pembaru. Lihatlah dunia semakin global. Janganlah terpuruk dalam tempat yang sempit. Lihatlah dunia, mengembaralah engkau sebagai manusia bebas. Jadilah seorang pembela demokrasi sejati, melepaskan segala belenggu dari tirani dogma agama. Berpalinglah kepada setan karena dia adalah 'bapak demokrasi' yang berani memprotes status quo dan mengambil risiko terusir dari surga sebagai 'malaikat diturunkan' (the fallen angels). Lihatlah kenyataannya, agama tidak lain hanyalah racun dan sumber konflik belaka."Racun pemikirannya yang didasarkan pada rasionalisme, mengarahkan "mata pedangnya" kepada seluruh bangsa. Tentu saja, dalam situasi yang stabil dan tenang, gerakan mereka menghadapi kesulitan karena berperannya seluruh institusi untuk mengembangkan agama (dakwah). Oleh karenanya, hanya dengan membangun perpecahan diantara umat beragama maka dengan meminjam istilah Prof J.S. Malan yaitu, "Cita-cita 'era reformasi pembaruan' hanya dapat diwujudkan bila dogma-dogma agama konservatif sudah dapat dilumpuhkan."Dalam beberapa dekade ini, kita menyaksikan satu panggung kehancuran suatu bangsa yang terkoyak dan berkeping-keping menjadi negara-negara kecil sehingga memudahkan kaum zionis melakukan kontrol. Negara Uni Soviet dan Rusia yang selama ini menjadi pesaing keras harus dijadikan contoh utama kemenangan zionis. Selanjutnya, mereka hancurkan pula Yugoslavia dengan memelihara kaum fanatik Serbia untuk menjadi ujung tombak atau budak zionis menghancurkan etnik muslim di Bosnia dan Kosovo Albania. Mata pedang selanjutnya di arahkan pula ke timur jauh, yaitu Indonesia. Isu suku, agama, dan antar golongan (SARA) harus dipelihara agar sewaktu-waktu menjadi bom yang memporak-porandakan negara kesatuan Republik Indonesia yang notabene penduduknya mayoritas umat Islam. Dalam rencana konspirasi mereka, tentu saja tidak akan lama lagi terjadi huru-hara pertentangan atau konffik agama, antara Islam dan Kristen, khususnya Kristen Protestan --rumor beredar bahwa beberapa pulau di Indonesia yang penduduknya mayoritas Kristen Protestan bisa jadi target zionis-- karena diperkirakannya Katolik sudah cukup mendapatkan lahan di TimorTimur. Hal ini sangat penting bagi terwujudnya cita-cita zionisme, yaitu memecah satu bangsa menjadi satu negara kecil, lalu mereka meniupkan kebebasan, kemandirian, dan sebagainya sebagai kamuflase. Bahkan, bisa jadi Indonesia akan diarahkan menjadi negara-negara kecil dalam bentuk federasi, atau bahkan terlepas sama sekali. Isu seperti ini akan terus merebak, dan umat Islam berkelompok-kelompok dengan memakai simbol-simbol baru.Untuk memecah-belah persatuan harus ada motivator atau provokatornya. Untuk itu, kebebasan pers yang benar-benar bebas harus ditumbuhkan, sehingga media massa dapat menjadi pembawa pesan sesuai dengan fungsinya yang mempunyai daya mendampaki beritanya kepada publik sehingga membentuk opini. Media massa bisa memprovokasi suatu bangsa dan provokasinya bersifat legal karena mereka berlindung di balik kebebasan pers.
Amerika sebagai "rajanya demokrasi" telah memperkenalkan satu bentuk kebebasan pers tersebut melalui jaminan konstitusional berdasarkan: kebebasan untuk berbicara (the freedom of speech); kebebasan untuk berekspresi (the freedom of expression), kebebasan untuk mendapatkan dan memberikan informasi (the freedom of information), sehingga masyarakat Amerika dan dunia Barat lainnya adalah masyarakat yang sangat informatif. Hidup dalam limpahan informasi --harap diingat bahwa kecerdasan bangsa tersebut memungkinkan untuk memilih informasi sesuai dengan hati nuraninya. Pers yang kredibel dan profesional lebih banyak dibaca dibandingkan "pers kuning" --dalam dunia jurnalistik dikenal dengan yellow paper.Untuk itu, kita hanya dapat berharap kepada insan pers islami yang mempunyai integritas tinggi dan mernpunyai komitmen atau keberpihakan kepada umat Islam serta persatuan bangsa untuk membantu perjuangan mempertahankan persatuan. Selebihnya, umat Islam hanya menjadi konsumen setia dari lembaga pers orang-orang kafir yang dikelola secara profesional, atau memilih "koran kuning" yang hanya mementingkan nilai-nilai komersial ketimbang keadilan dan moralitas bangsa dan agama.Bagaikan tidak berdaya, umat Islam telah menjadi objek dan konsumen setia terhadap pers kaum kafir. Setiap detik, tayangan CNN, CNBS, ABC, dan sekian banyak lagi jaringan informasi "memasuki" rumah-rumah umat Islam melalui parabola tanpa mampu menolaknya. Kita tidak lagi menonton televisi, tetapi televisi menonton kita. Emosi dan keinginan kita disaksikan, dianalisis, kemudian dijadikan bahan untuk membuat kemasan iklan dan berita yang dapat memasuki syaraf kita dan tanpa kita sadari.Cara berpikir dan cara berbudaya kita sudah sangat berbeda sama sekali dengan apa yang selama ini kita yakini. Benturan budaya dan pemikiran terus berlangsung, tanpa sedikit pun ada keinginan untuk membalas dengan kuantitas dan kualitas yang sama. Bila kita mengharapkan keadilan dunia pers internasional untuk membuat keseimbangan beritanya, tentulah itu hanyalah sebuah utopia belaka. Hal itu karena seluruh jaringan media telah mereka kuasai dan jadikan alat zionisme. Dengan kata lain, kita semua sedang berada dalam satu "turbulensi budaya" yang berada dalam posisi pasif. Kita hanya menjadi satu "noktah kecil" yang menjadi objek dari teleskop dunia. Seluruh gerak kehidupan kita bagaikan telanjang di hadapan mata Lucifer tuhannya para zionis, yang dengan tajam mengawasi seluruh bangsa di dunia.Walaupun dalam kaitan ini ajakan untuk menyebarkan ide persatuan umat dan seruan itu bagaikan percikan air hujan di tengah padang pasir, tetapi setidaknya dapat menjadi catatan generasi yang akan datang bahwa masih ada seorang mahluk hamba Allah yang merindukan terwujudnya persatuan dan jami'atul-muslimin. Kita yakin hanya inilah kunci kemenangan umat Islam di muka bumi, sebagaimana Allah memberikan kuncinya, yaitu bersatu dan berpihak pada partai Allah (hizbullah). Selama umat Islam tetap membanggakan dirinya dengan golongan, mazhab, dan kelompoknya, selama itu pula pertolongan Allah tidak pernah akan datang. Hal ini merupakan aksioma Ilahiyah yang seharusnya dapat dipahami dan diyakini oleh para pemimpin umat. Bila umat Islam terpecah menjadi kelompok-kelompok, kekalahanlah yang akan kita terima.

G. Tantangan Kaum DajalAllah SWT telah memperingatkan kita di dalam Al-Qur'an bahwa seluruh umat Islam, bangsa Indonesia, bahkan seluruh umat beragama lainnya, harus mewaspadai pengaruh kaum Dajal yang akan menjadikan masyarakat dan bangsa Indonesia tercerai-berai agar memudahkan mereka menyebarkan "racun-racun" ideologinya.Dalam suasana kita sedang mengupayakan pelaksaan program reformasi (ishlah), serta upaya untuk membuat berbagai perbaikan dan menghancurkan segala yang rusak (f'asad) dan yang merusak (ifsad), jangan sampai ada pihak-pihak yang mengatas-namakan reformasi, padahal di lubuk hati mereka sedang mempersiapkan sebuah rencana besar untuk mempersiapkan kehancuran kaum beragama, sebagaimana disinyalir Al-Qur'an:"Dan bila dikatakan kepada mereka, 'janganlah membuat kerusakan di muka bumi.' Mereka berkata, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.' Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (al-Baqarah:11-12).Reformasi bukanlah upaya musiman, bukan pula sekadar "mode busana", melainkan merupakan bagian dari misi dan visi setiap pribadi muslim dan bangsa Indonesia. Sebagaimana kita memahami makna upaya jihad untuk mengubah diri dari kegelapan menuju cahaya (minadz dzulumaati ilan-nuur). Sebab itu, reformasi merupakan sebuah upaya yang berkesinambungan, sebuah kontinuitas, dan dia tidak pernah akan berhenti, kendati para pejuangnya telah mati. Manusia boleh mati, lembaga dan partai boleh bubar, tetapi cita-cita dan upaya ishlah atau reformasi tidak pernah mengenal kata berhenti apalagi mati.Dalam kaitan itu, janganlah terlalu terpaku, seakan-akan bahwa Dajal itu hanya melulu dibuat oleh tangan kaum zionis. Ketahuilah bahwa siapa pun dapat menjadi pengikut dan menjadi anggota masyarakat Dajal, selama dia tidak lagi berpihak kepada kebenaran Al-Qur'an dan Sunnah. Masyarakat Dajal adalah masyarakat yang telah kufur dan selalu berusaha melaksanakan program kafirisasi dalam segala bidang. Pokoknya, siapa pun dapat menjadi masyarakat Dajal, selama mereka melepaskan tali persaudaraan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Selama mereka melepaskan segala ikatan moral dan etika yang telah lahir dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang panjang, sejak benih-benih negara modern ditanamkan oleh gerakan kebangkitan nasional yang pertama yang dipelopori oleh kaum Serikat Dagang Indonesia, H.O.S. Tjokroaminoto pada tahun 1911, lalu dilanjutkan oleh Budi Oetomo pada tahun 1920.Sebab itu, generasi demi generasi harus selalu menunjukkan sikap keberpihakannya kepada persatuan, persaudaraan di atas landasan cinta. Ke manapun kita pergi, cinta adalah bahasa universal. Dia adalah bahasanya umat beragama, bahasanya suku, dan bangsa-bangsa di muka bumi. Cinta berarti semangat jiwa untuk saling menghargai, saling menolong, dan saling memberikan cahaya. Semangat ini harus menjadi pijakan utama bangsa Indonesia. Terlebih dalam menghadapi abad baru yang penuh dengan keterbukaan, benturan budaya dan ideologi, serta cara berpikir yang semakin global. Dalam cinta itulah, kita semua bergantung, tanpa cinta bangsa Indonesia akan terpuruk dalam kepingan-kepingan derita yang teramat panjang dan menjadi "budak" dari Amerika Serikat sebagai sentralnya gerakan zionis yang memang selalu ingin menunjukkan kedigdayaannya di muka bumi ini.H. Tantangan Tiada HentiDalam waktu yang dekat, ideologi Dajal akan segera merasuki seluruh denyut kehidupan. Dia akan diawali dengan cara berpikir, yang disebut dengan istilah berpikir bebas (free-thinking), melepaskan segala rujukan dan dasar pijakan dari agama. Menurut orang-orang yang berpikir bebas ini, selama masih merujuk kepada agama sebagai dasar argumentasinya, maka belumlah bebas. Merujuk kepada agama berarti masih diperbudak dan masih dalam perangkap tirani pemikiran. "Bebaskan pikiranmu dari segala ikatan, barulah engkau dapat merasakan kebebasan itu sendiri," demikianlah, seakan-akan moto berpikir mereka, yang sekaligus akan menjadi tantangan baru bagi kaum agamawan. Berpikir bebas berarti benar-benar bebas dari segala spekulasi, segala sesuatunya harus bersifat empiris. Bagaimana mungkin kita percaya dengan surga dan neraka, sedangkan tidak ada satu pun peristiwa empiris yang memberitakan kebenarannya.Lepaskan dirimu dari segala ikatan dogma. Lihatlah kenyataan, berpadulah dalam realitas, bukan dalam khayal dan impian. Kami ingin memberikan satu contoh untuk kalian wahai kaum agamawan. Tanpa merujuk pada satu ayat pun; kita akan merasakan bahwa "kemanusiaan" adalah bahasa yang universal. Ini lebih logis, lebih membumi, dan menyentuh realitas yang sebenarnya. Selama manusia masih merujuk pada agama, maka konflik tidak pernah akan lindap di muka bumi ini. Lihatlah sejarah, berapa banyak sumber konflik, diawali dari keyakinan dogma-dogma agama yang memenjarakan kebebasan berpikir dan tidak manusiawi.Dunia telah mengglobal, tidak mungkin lagi ada isolasi atau sekat-sekat kehidupan manusia atas dasar agama, bangsa, atau budaya. Di muka bumi ini sudah menjadi hukum alam (sunnatullah) bahwa yang kuat itulah yang akan menang. Aksioma survival for the fittest (siapa yang kuat, dia yang akan bertahan, ed.) akan berlaku sepanjang zaman. Maka lepaskan segala fanatisme, nasionalisme, agama, dan kesukuan. Meleburlah menjadi satu "warga dunia" (planetary citizens), bergabunglah dalam satu pemerintahan global yang perkasa, ikatkan dirimu dalam satu budaya, satu agama, satu cita-cita, dan satu warna peradaban dunia yang baru novus ordo seclorum.Lihatlah realitas. Berapa banyak manusia kelaparan di belahan bumi selatan: Afrika, Asia, India, Bangladesh, dan negara-negara lain di luar Barat. Mereka tidak berdaya tanpa pertolongan kemanusiaan dari dunia Barat yang sekuler, tanpa embel-embel agama. Negara mana yang dengan fanatisme agamanya, ia mampu mengulurkan tangannya untuk membantu sesamanya, sebagaimana yang diajarkan oleh agama?Janganlah melarikan diri dari kenyataan. Hukum alam telah membuktikan bahwa budaya yang kuat akan mengungguli budaya yang lemah. Tidak lama lagi, seluruh dunia akan mengikuti budaya kami, budaya zionis. Budaya yang paling unggul dan yang akan meninggikan derajat manusia di muka bumi ini. Inilah realitas yang tidak terbantahkan. Kami mempunyai teknologi, juga pengalaman dari sebuah peradaban yang telah lama berkembang, dan kini sedang berproses mencapai titik yang tidak pernah akan terbayangkan oleh peradaban manusia sebelumnya. Berhentilah bermimpi dengan segala omong kosong. Reguk dan nikmatilah dunia nyata. Negeri kami bisa tegak, sejahtera, dan berkembang bukan karena dogma agama, tetapi karena intelektualitas, hukum yang menjadi primadona kehidupan dan hak azasi, di mana setiap orang dihargai sebagai manusia yang merdeka --inilah cita-cita Dajal beserta zionisnyaInilah pula cita-cita para zionis dengan perkataannya, "Kami datang untuk melebarkan sayap budaya unggul kami, dan janganlah dicurigai. Kami ingin mengangkat martabat manusia untuk menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia yang bebas dan mengetahui hak asasinya sebagai manusia. Kami ingin melepaskan Anda dari segala tirani gereja dan lembaga agama apa pun yang tidak memberikan hak demokrasi serta kebebasan bagi manusia. Itulah sebabnya, demi hak dan martabat manusia, kami membuka pintu bagi kaum lesbian, homo seksual, dan intergender serta lainnya. Mereka semua adalah manusia, dan kita harus memperlakukannya sebagaimana seharusnya manusia merdeka dan bebas."
I. Pekerjaan Besar Untuk Para Ulama, Mubaligh, dan AgamawanDunia bertambah global dengan segala implikasinya yang merupakan sebuah realitas. Dan pertanyaan serta tantangan masyarakat Dajal tidak bisa dipandang dengan sebelah mata. Karena ideologi ini sudah dapat kita saksikan beberapa fragmentasinya di panggung kehidupan dunia Barat yang sekuler.Mereka mengembangkan dan mencoba meningkatkan propagandanya dengan pendekatan total dan multidimensional. Gerakan: kemerdekaan manusia (libertian), orang-orang kiri (leftist), pemikir bebas (freethinkers), sosialisme baru, neo-komunisme, sekularisme matrialistik, termasuk pseudo agama dalam bentuk mistik dan okultisme. Itu semua tidak dapat dihadapi hanya dengan pendekatan hitam-putih maupun halal-haram. Akan tetapi, itu membutuhkan sebuah format intelektual yang membuka wawasan serta mampu menjawab seluruh argumentasi ideologi baru ini melalui kapasitas intelektual logis --yang saat ini menjadi mode di kalangan para kawula muda.Kaum agamawan tidak cukup hanya dengan menguraikan nilai-nilai normatif dalam menghadapi objek dakwah yang kebetulan telah bersentuhan dengan informasi global. Mereka menguji kita dengan pendekatan komparatif (perbandingan). Mempertanyakan norma-norma yang disajikan dengan deskriptif-empiris. Kita telah menyaksikan betapa gerakan dakwah sangat sedikit, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, apabila dibandingkan dengan propaganda budaya sekuler tersebut. Dakwah bagaikan deret hitung, sementara godaan kenikmatan hedonistik bagaikan deret ukur.J. Solusi Atakah IlusiApakah ilusi bisa menjadi solusi, ataukah sebaliknya penawaran sebuah solusi hanyalah ilusi belaka yang akhirnya tidak memberikan apa pun kecuali kembali kepada kebiasaan-kebiasaan dan membiarkan diri "telanjang" di hadapan bidikan "kamera" kaum Dajal.K. Bidang EkonomiKalau saja saat ini, umat Islam mempunyai pemimpin sebenar-benarnya pemimpin, seperti Rasulullah saw, niscaya ekonomi menurut syariat Islam bisa dikomandokan agar seluruh umat Islam melaksanakannya. Dan niscaya umat Islam akan mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat dan sulit utuk ditembus oleh infiltrasi paham zionis, walau mereka bersekutu dengan kaum Dajal lainnya di muka bumi ini. Setiap pengusaha atau masyarakat mempunyai keterpanggilan untuk hanya menyimpan uang mereka di bank Islam. Melakukan sistern ekonomi dan perbankan dengan sistem yang ditetapkan secara halal menurut konvensi syariat. Tentunya, bank Islam tersebut akan mengalami likuiditas yang tinggi, dana tunai yang sehat, dan pada saatnya mampu mengalirkan kembali dana tabungan tersebut untuk membantu kaum muslimin. Jaringan dunia perbankan Islam akan menyebar ke semua pelosok dan memperkuat fondasi ekonomi umat.Akan tetapi, jauh dari lubuk hati kita masing-masing, tentunya ada semacam pesimisme, selama umat Islam tidak berada dalam satu komando kepemimpnan umat yang berwibawa. Selama kepemimpinan dan jamaah belum dianggap sebagai persyaratan kehidupan umat Islam, maka imbauan apa pun akan tetap kalah bersaing dengan hingar bingarnya sistem zionis yang secara duniawi sangat memikat manusia. Pantaslah Rasulullah saw menjawab bahwa umat yang banyak, tetapi berkualitas buih. Kita telah kehilangan daya inovasi dan lebih senang menari dengan iringan musik kaum kafir yang tidak pernah mengenal lelah ingin mengadu domba sesama umat Islam.L. Zakat, Infaq, dan SedekahKalau saja umat Islam mempunyai "imam" yang mampu mengomandokan agar beberapa bagian dari penghasilan umat Islam dikeluarkan untuk dizakatkan, diinfakkan, dan disedekahkan kepada mereka yang memerlukannya (kaum dhuafa) niscaya tidak akan ada lagi proposal yang beredar atau surat-surat edaran yang meminta sumbangan, tidak akan ada lagi para saudara kita yang mengulur-ulurkan tangan diiringi loudspeaker di pinggir jalan untuk biaya pembangunan masjid baru. Karena pengelolaan dana dizakatkan, diinfakkan, dan disedekahkan umat dilakukan dengan profesional dengan satu imamah, tentunya.Pembangunan masjid dievaluasi oleh satu tim. Apakah diperlukan membangun masjid baru sedangkan di sebelahnya ada masjid yang sepi dari jamaah. Bagaimana rasio populasinya, dari manakah dananya, dan lainnya. Karena kita tidak mempunyai imamah maka umat Islam mencicit seperti anak ayam kehilangan induknya yang bergerak di lapangan terbuka tanpa perlindungan dari mata tajam elang rajawali yang siap menerkamnya. Bagaimana membuat satu fatwa atau gerakan dakwah agar dapat meramaikan masjid. Memakmurkannya dengan shalat berjamaah adalah sama besar pahalanya dengan membangun masjid. Apalah artinya masjid dibangun di setiap RT atau RW, tetapi sepi dari orang-orang yang meramaikannya dengan shalat fardu berjamaah.M. Membelanjakan UangKita tidak ingin berdebat soal khilafiah bahwa ibadah seseorang tidak akan diterima selama empat puluh hari apabila di dala perutnya ada makanan haram, tetapi kiranya harus direnungkan bagaimana dan kepada siapa kita harus membelanjakan uang ini.Dengan perekonomian global yang kita hadapi saat ini, berapa banyak perusahaan asing menanamkan modalnya di negara yang mayoritas penduduknya umat Islam. Mereka melakukan kerja sama (joint venture) dengan pembagian keuntungan yang lebih besar profitnya kepada para penanam modal dan pemilik royalti. Misalnya, sistem komposisi sahamnya adalah 80:20, di mana 80 persen untuk pemilik modal mayoritas dan pemilik royalti, dan 20 persennya untuk pemodal dalam negeri. Maka sudah dapat kita ketahui berapa milyar rupiah mengucur ke para pemodal asing tersebut, lalu dibawanya keuntungan tersebut ke negeri asalnya. Uang yang kita belanjakan ternyata membantu pengembangan usaha mereka, karena mayoritas keuntungannya dinikmati di negara asalnya yang notabene merupakan bagian dari jaringan zionis. Dan mereka tidak mendapatkan kewajiban berzakat, sehingga mustahil mereka menyisihkan keuntungan perusahaan dalam bentuk zakat.N. Keberpihakan Kepada IslamBagaimana mungkin ajaran dan syiar Islam akan merebak dan menjadi kuat, sedangkan umat Islam sendiri tidak mempunyai keberpihakan terhadap ajaran Islam secara kaffah (keseluruhan).Untuk itu, harus ada semacam reformasi besar di kalangan para pemimpin Isram untuk melepaskan segala egonya dan membiarkan dirinya hanya dipandu oleh semangat Islam dalam sebuah gerak langkah yang indah, yaitu persatuan umat (ittihadul ummah).Semua persoalan dan kehidupan umat dapat kita kembalikan kepada program (manhaj) yang sesuai dengan syariat-Nya, dikarenakan umat dapat dengan jelas dan mudah pula ke mana mereka harus "mengadukan" nasib dirinya. Peran lembaga-lembaga Islam yang ada saat ini seharusnya berada dalam satu payung para pemimpin ahli (ahlul hal walaqdi) yang berhimpun penuh integritas dan kredibilitas untuk menjadi pengawal umat.Akan tetapi, rasa skeptis seakan menerpa diri kita. Mungkinkah kita mempunyai cukup keberanian untuk menyatakan diri berhimpun dalam satu "dewan imamah"? Duduk di dalam dewan tersebut para ulama, tokoh, dan cendekiawan yang 24 jam memikirkan nasib umat Islam?Nurani berbisik dari lubuk hati, benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw. bahwa umat Islam yang banyak ini bagaikan semangkok makanan yang diperebutkan kaum Dajal yang kelaparan, karena umat dilanda penyakit wahan (terlalu cinta dengan dunia).O. Persatuan Umat Beragama versus Ideologi BaruNabi Ibrahim a.s. sebagai "bapak tauhid" telah melahirkan tiga agama besar: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Semua misinya adalah sama, yaitu mengangkat martabat, kesejahteraan, serta kebahagiaan manusia; mempunyai akar sejarah yang sama serta misi tauhid yang semula begitu indah dan murni. Di satu sisi, kita menyaksikan bahwa zionisme bukan lagi aspirasi dari agama Yahudi, melainkan sudah menjadi ideologi imperialistik, menjadi satu "paham atau ideologi baru", sehingga tidak harus menjadi Yahudi dahulu untuk menjadi seorang zionis.Negara Cina yang penduduknya dua miliar serta kekuatannya, the overseas Chinese (Huaren), merupakan pula satu potensi, yang harus diwaspadai. Bila mereka bergerak dan dirasuki paham zionis, niscaya jaringan konspirasinya (Triad) akan sama bahayanya. Juga akan sama halnya dengan Jepang yang telah menggurita perekonomiannya, dan semakin berkecambah aliran-aliran mistik serta konspirasi rahasianya (Yakuza), akan menjadi ancaman pula di masa depan bagi para juru dakwah.Kaum zionis akan menghantam seluruh agama samawi. Menyingkirkan logika iman yang dianggapnya sebagai tirani, racun, dan kebodohan untuk digantikan dengan liberalisme total serta sekuler matrialistik. Dengan demikian, dalam menghadapi kaum kafir zionis yang bercita-cita untuk menghapus agama (abollition of all religion) merupakan tugas para juru dakwah.Sudah saatnya seluruh agama bersatu-padu menghadap ideologi mereka. Tidak ada alasan lagi untuk melakuan konflik dan silang sengketa yang melelahkan, saling berebut pengaruh dengan menghitung jumlah dan menghalalkan segala cara untuk memperbanyak jamaah. Konflik diantara umat beragama hanya membuat "tertawa dan terbahaknya" kaum zionis. Dan tentunya pula, hal itu melemahkan misi umat beragama itu sendiri.Perpecahan dan konflik dalam dan antar-agama, hanyalah sebuah kegelapan yang panjang. Itu tidak memberikan dampak apa pun kecuali luka yang semakin menganga dan derita yang semakin membuat nelangsa

Tantangan dan Jawaban
Tantangan Kaum Dajal
Jawaban Umat Islam:
Menghapuskan segala dogma agama yang dianggapnya sebagai tirani yang mengebiri kebebasan manusia. Agama tidak realistis, bertentangan dengan fitrah manusia yang realistis, dan empirik. Dalam sejarah manusia, ternyata agama merupakan sumber konflik.
Gerakan reformasi (ishlah) dalam metode dan aplikasi dakwah secara total dan menyentuh kehidupan (total dakwah). Melalui pendekatan: pengetahuan kesejarahan, pendekatan rasional, dan penguasaan berbagai ideologi sebagai bahan perbandingan.
Menguasai seluruh jaringan pranata kehidupan, terutama dominasi di bidang ekonomi dan moneter, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai jembatan emas menuju cita-cita satu pemerintahan dunia (novus ordo seclorum).
Pola pendidikan umat yang harus dikembangkan secara faktual. Di samping pendekatan ritual normatif, ditanamkan pula berbagai metode pendidikan yang bersifat aktual aplikatif serta metode belajar partisipatif.
Untuk memecah keyakinan dogmatis, dirancang agama palsu (pseudo and quasi religion) dalam bentuk agama alternative, misalnya: jehovah, satanisme, okultisme, unitarian-universalist, dan sebagainya, dengan pendekatan rasional.
Pola pendidikan tauhid, pemahaman budaya barat (westernologi) sudah harus dikuasai oleh para cendekiawan Islam, sehingga mampu mengkounter tendensi atau mewabahnya aliran mistik, pseudo tasawuf dan sebagainya.
Untuk mewujudkan cita-cita Dajal menguasai dunia maka seluruh potensi konflik harus dimunculkan ke permukaan. Pertentangan antar-etnik, pertentangan rasial dan konflik agama harus dijadikan pemicu untuk kepentingan konspirasi Dajal. Kebanggaan nasionalisme; patriotisme merupakan penghalang bagi melajunya cita-cita kaum Dajal, sehingga sejak awal sudah harus direncanakan satu gerakan penghancuran nasionalisme melalui konflik SARA, agar dengan mudah Dajal memperbudak mereka dalam kandang kekuasaan dunia yang monolitik.
Umat Islam hanya akan menang selama bersatu (ittihadul-ummah). Bila umat Islam pecah maka bersiaplah untuk kalah. Sudah merupakan aksioma Ilahiyah bahwa persatuan umat dan jamaah merupakan kunci untuk menjawab tantangan Dajal. Termasuk juga menggalang persaudaraan antar-agama, etnik, dan ras demi menghadapi gerakan kafirisasi yang akan memorak-porandakan persatuan dan kesatuan, dan menghapuskan semangat kebangsaan atau nasionalisme. Sudah saatnya umat beragama bersatu dalam tali cinta dan persudaraan karena kesejarahan kebangsaan yang pluralis-unitarian dan sebaliknya.
Mengembangkan budaya natural-realistis yang bebas dari nuansa agama, sehingga mampu merasuki alam pikiran masyarakat
Melakukan kounter dengan memotivasi para budayawan Islam untuk lebih kreatif dan tetap populis, sehingga seni budaya mampu menjadi sarana dakwah yang mengglobal.
Meningkatkan peredaran obat-obatan setan, alkohol, serta berbagai bentuk hiburan modern, misal kafe, klub malam, dan bentuk hiburan lainnya sebagai tempat peredaran obat.
Menanamkan fanatisme bahwa memasuki kafe, klub malam, serta tempat hiburan malam bernuansa sekuler adalah sama nista dengan mendekati zinah. Dan pada saat yang sama menghidupkan kembali rumah tangga Islami (usrah-Islamiyah).
Membius anak-anak muda dengan berbagai jerat yang sangat profesional, mulai dari budaya seni, artis, selebritis, obat, dan penghancuran mentalitas.
Menggiatkan minat anak-anak remaja terhadap olahraga, seni budaya, dan seluruh pranata sosial dengan cara saling menunjang satu dengan lainnya.
Menyebarkan fitnah dan mengadu-domba (friksi) di kalangan tokoh- tokoh agama atau para mujahid Islam yang cerdas dan potensial, sehingga mereka mati sebelum berkembang. Fitnah merupakan senjata kaum Dajal yang ampuh dan membunuh tanpa harus mati.
Menanamkan fanatisme tentang pentingnya jamaah, ukhuwah dalam bentuk yang nyata. Memberikan bekas yang mendalam bahwa fitnah adalah api menyala dari nafsu Dajal. Dan mereka yang memfitnah, betapapun mengatas-namakan agama, tidak lain adalah pengikut Dajal.
Memanfaatkan media massa sebagai "juru bicara ideologi" dan memojokkan atau tidak memberi kesempatan kepada para tokoh potensial untuk berdakwah (menulis) di media massa yang ada, sehingga hubungan emosional para tokoh tersebut tertutup dengan umatnya. Sebarkan fitnah kepada para pemimpin redaksi terhadap tokoh tertentu agar mereka punya alasan untuk mem-black out.
Melakukan satu rekrutmen organisasi jurnalis Islami, sehingga mereka senantiasa mampu berpihak pada agamanya dari bersifat objektif. Para pemangku lembaga media massa harus mempunyai gairah Islamiyah yang nyata dan transparan. Memberikan kesempatan yang luas kepada tokoh agama untuk memberikan pemikirannya melalui media massa di mana mereka mempunyai akses dan otoritas.
Agama merupakan dogma yang menyalahi kebebasan berpikir, tidak sesuai dengan jalan pikiran logis, dan tidak bisa dibuktikan dengan hukum, sebagaimana diyakini oleh kaum pemikir.
Melakukan gerakan pembaruan dalam materi dan metode dakwah dengan melalui pendekatan argumentatif, mempelajari hukum logika dan mengikuti perkembangan pemikiran zaman, di mana banyak tantangan ideologi baru yang pada hakikatnya cenderung untuk bersifat matrialistik absolut dengan mengandalkan ilmu logika.
Mempersiapkan kader-kader muda pendukung ideologi masyarakat Dajal yang berpikir bebas nilai tanpa ikatan dogma agama.
Menggerakkan seluruh pranata dakwah dan menjadikan masjid sebagai pusat pengkaderan.
Mencuci otak anak-anak kecil dengan fantasi dan buku-buku sekuler, sehingga jiwanya dikuasai oleh ideologi Dajal.
Melakukan kounter dengan cara menerbitkan buku-buku Islami yang bersifat kontemporer dan aktual sehingga diminati anak-anak kecil.
Tabel di atas terlihat simplistis, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dari apa yang telah kita urut dalam tabel tersebut Hal ini baru tahap awal analisis penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar